Benarkah manusia diberi uzur sampai usia 60 tahun? Lalu uzur yang
dimaksud itu seperti apa?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Pada hari kiamat kelak, penghuni neraka meminta kepada Allah agar
mereka dikeluarkan dari neraka dan dikembalikan ke dunia agar bisa beramal
baik, tidak seperti amal kekufuranya yang dulu. Allah berfirman,
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا
غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ
Mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah
kami niscaya kami akan mengerjakan amal saleh tidak seperti amalan yang telah
kami kerjakan (kekufuran).”
Allah menjawab permintaan mereka dengan berfirman,
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا
Bukankah Aku telah memanjangkan usia kalian dalam masa yang cukup
untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu an-Nadzir (pemberi peringatan)? maka rasakanlah. (QS. Fathir: 37).
Ayat ini menjelaskan bahwa usia yang Allah berikan kepada umat
manusia menjadi hujjah dan alasan Allah untuk mengadili manusia, disamping
adanya an-Nadzir yang datang kepada kita.
Ulama berbeda pendapat tentang makna an-Nadzir dalam
ayat di atas. Diantaranya,
1.
Uban di rambut. Ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ikrimah dan
Sufyan bin Uyaiah
2.
an-Nadzir (Sang Pemberi Peringatan) adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ini merupakan pendapat Qatadah, Ibn Zaid, dan Ibn Saib.
(Zadul Masir, 5/182)
Sehingga di sana ada dua peringatan yang Allah berikan, yang
menjadi alasan Allah menuntut manusia, usia dan para utusan.
Peringatan Bagi Yang Berusia 60 Tahun
Dalam hadis shahih, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَّغَهُ
سِتِّينَ سَنَةً
Allah memberi udzur kepada seseorang yang Dia akhirkan ajalnya,
hingga sampai usia 60 tahun. (HR. Bukhari 6419).
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
وَالْمَعْنَى أَنَّهُ لَمْ يَبْقَ لَهُ اعْتِذَارٌ كَأَنْ يَقُولَ
لَوْ مُدَّ لِي فِي الْأَجَلِ لَفَعَلْتُ مَا أُمِرْتُ بِهِ ….
وَإِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ عُذْرٌ فِي تَرْكِ الطَّاعَةِ مَعَ
تَمَكُّنِهِ مِنْهَا بِالْعُمُرِ الَّذِي حَصَلَ لَهُ فَلَا يَنْبَغِي لَهُ
حِينَئِذٍ إِلَّا الِاسْتِغْفَارُ وَالطَّاعَةُ وَالْإِقْبَالُ عَلَى الْآخِرَةِ
بِالْكُلِّيَّةِ
Makna hadis bahwa udzur dan alasan sudah tidak ada, misalnya ada
orang mengatakan, “Andai usiaku dipanjangkan, aku akan melakukan apa yang
diperintahkan kepadaku.”
Ketika dia tidak memiliki udzur untuk meninggalkan ketaatan,
sementara sangat memungkinkan baginya untuk melakukannya, dengan usia yang dia
miliki, maka ketika itu tidak ada yang layak untuk dia lakukan selain
istighfar, ibadah ketaatan, dan konsentrasi penuh untuk akhirat. (Fathul Bari,
11/240).
Muda Boleh Seenaknya
Hadis di atas tidak bisa kita pahami sebaliknya, bahwa orang yang
usianya di bawah 60 tahun, berarti dibolehkan untuk menunda ketaatan dan
taubat. Maksud hadis, mereka yang telah mencapai usia 60 tahun, seharusnya
lebih banyak konsentrasinya diarahkan untuk akhirat, dan mulai mengurangi
kesibukan dunia.
Al-Maghamisi mengatakan,
ولا يعني ذلك أبداً أن من دون الستين لهم الحجة على الله، فليس لأحد
حجة على الله بعد إرسال الرسل، وإنزال الكتب؛ لكن المقصود من الحديث حث من بلغ هذا
السن من الناس أن يتقي الله جل وعلا فيما بقي من عمره
Bukan maksud hadis bahwa orang yang usianya di bawah 60 tahun,
berarti dia punya alasan di hadapan Allah. Karena semua orang tidak memiliki
alasan di hadapan Allah (untuk melanggar) setelah Allah mengutus para Rasul-Nya
dan menurunkan kitab. Namun maksud hadis, motivasi bagi manusia yang telah
mencapai usia ini untuk semakin bertaqwa kepada Allah di sisa usianya. (Syarh
kitab ar-Raqaiq min Shahih Bukhari).
Nasehat Imam Fudhail bin Iyadh
Dikisahkan dalam kitab al-Hilyah, bahwa Imam Fudhail bin Iyadh –
ulama besar di masa Tabi’ Tabiin – (w. 187 H) bernah bertemu dengan seorang
yang sudah tua.
“Berapa usia anda?”, tanya Fudhail.
“60 tahun.”, Jawab orang itu.
“Anda selama 60 tahun berjalan menuju Tuhan anda, dan sebentar
lagi anda akan sampai.” Komentar Fudhail
“Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi raji’un.” Orang itu keheranan.
“Anda paham makna kalimat itu? Anda paham tafsirnya?” tanya
Fudhail.
“Tolong jelaskan tafsirnya?” Orang itu balik tanya.
“Anda menyatakan: innaa lillaah (kita milik
Allah), artinya kita adalah hamba Allah dan kita akan kembali kepada Allah.
Siapa yang yakin bahwa dia hamba Allah dan dia akan kembali kepada-Nya,
seharusnya dia menyadari bahwa dirinya akan berdiri di hadapan Allah. Dan siapa
yang meyakini hal ini, dia harus sadar bahwa dia akan ditanya. Dan siapa yang
yakin hal ini, dia harus menyiapkan jawabannya.” Jelas Fudhail.
“Lalu bagaimana jalan keluarnya?” tanya orang itu.
“Caranya mudah.” Tegas Fudhail.
Kemudia Imam Fudhail menyebutkan sebuah teori bertaubat, yang
layak dicatat dengan tinta emas,
تُحْسِنُ فِيمَا بَقِيَ يُغْفَرُ لَكَ مَا مَضَى وَمَا بَقِيَ ,
فَإِنَّكَ إِنْ أَسَأْتَ فِيمَا بَقِيَ أُخِذْتَ بِمَا مَضَى وَمَا بَقِيَ
Berbuat baiklah di sisa usiamu, dengan itu akan diampuni
dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. Karena jika kamu masih rajin
bermaksiat di sisa usiamu maka kamu akan dihukum karena dosamu yang telah lalu
dan dosamu yang akan datang. (Hilyah Al Awliya’, 8/113).
Tidak ada satupun makhluk yang tahu berapa sisa usianya. Kita tidak
tahu kapan maut akan menjemput. Karena itu, apa yang sedang kita alami, itulah
sisa usia kita yang sejatinya.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar