(Majmu’
Fatawa wa Rasa`il Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,
1/327-330)
Tanya:
Apa makna sabda Nabi:
“Mimpi seorang mukmin merupakan satu
bagian dari 46 bagian nubuwwah (kenabian).”
Kalau begitu siapakah yang benar
mimpinya?
Jawab: Fadhilatusy Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-‘Utsaimin t menjawab:
“Makna sabda Nabi n:
adalah apa yang diimpikan seorang
mukmin akan terjadi dengan benar, karena mimpi tersebut merupakan permisalan
yang dibuat bagi orang yang bermimpi. Terkadang mimpi itu adalah berita tentang
sesuatu yang sedang atau akan terjadi. Kemudian sesuatu itu benar terjadi
persis seperti yang diimpikan. Dengan demikian, dari sisi ini mimpi diibaratkan
seperti nubuwwah dalam kebenaran apa yang ditunjukkannya, walaupun mimpi
berbeda dengan nubuwwah. Karena itulah mimpi dikatakan satu dari 46 bagian
nubuwwah. Kenapa disebut 46 bagian, karena hal ini termasuk perkara
tauqifiyyah1. Tidak ada yang mengetahui hikmahnya sebagaimana halnya
bilangan-bilangan rakaat dalam shalat2.
Adapun ciri orang yang benar mimpinya
adalah seorang mukmin yang jujur, bila memang mimpinya itu mimpi yang
baik/bagus. Jika seseorang dikenal jujur ucapannya ketika terjaga, ia memiliki
iman dan takwa, maka secara umum mimpinya benar. Karena itulah hadits ini pada
sebagian riwayatnya datang dengan menyebutkan adanya syarat, yaitu mimpi yang
baik/bagus dari seorang yang shalih. Dalam Shahih Muslim dari hadits Abu
Hurairah z disebutkan bahwa Nabi n bersabda:
“Orang yang paling benar mimpinya
adalah orang yang paling jujur ucapannya.”
Akan tetapi perlu diketahui di sini
bahwa mimpi yang dilihat seseorang dalam tidurnya itu ada tiga macam:
Pertama: Mimpi yang benar lagi baik.
Inilah mimpi yang dikabarkan oleh Nabi n sebagai satu dari 46 bagian kenabian.
Secara umum, mimpinya itu tidak terjadi di alam nyata. Namun terkadang pula
terjadi persis seperti yang dilihat dalam mimpi. Terkadang terjadi di alam
nyata sebagai penafsiran dari apa yang dilihat dalam mimpi. Dalam mimpi ia
melihat satu permisalan kemudian ta’bir dari mimpi itu terjadi di alam nyata
namun tidak mirip betul. Contohnya seperti mimpi Nabi n beberapa waktu sebelum
terjadi perang Uhud. Beliau mimpi di pedang beliau ada rekahan/retak dan
melihat seekor sapi betina disembelih. Ternyata retak pada pedang beliau tersebut
maksudnya adalah paman beliau Hamzah z akan gugur sebagai syahid. Karena
kabilah (kerabat/keluarga) seseorang kedudukannya seperti pedangnya dalam
pembelaan yang mereka berikan berikut dukungan dan pertolongan mereka terhadap
dirinya. Sementara sapi betina yang disembelih maksudnya adalah beberapa
sahabat beliau g akan gugur sebagai syuhada. Karena pada sapi betina ada
kebaikan yang banyak, demikian pula para sahabat g. Mereka adalah orang-orang
yang berilmu, memberi manfaat bagi para hamba dan memiliki amal-amal shalih.
Kedua: Mimpi yang dilihat seseorang
dalam tidurnya sebagai cermin dari keinginannya atau dari apa yang terjadi pada
dirinya dalam hidupnya. Karena kebanyakan manusia mengimpikan dalam tidurnya
apa yang menjadi bisikan hatinya atau apa yang memenuhi pikirannya ketika masih
terjaga (belum tidur) dan apa yang berlangsung pada dirinya saat terjaga (tidak
tidur). Mimpi yang seperti ini tidak ada hukumnya3.
Ketiga: Gangguan dari setan yang
bermaksud menakut-nakuti seorang manusia, karena setan dapat menggambarkan
dalam tidur seseorang perkara yang menakutkannya, baik berkaitan dengan
dirinya, harta, keluarga, atau masyarakatnya. Hal ini dikarenakan setan memang
gemar membuat sedih kaum mukminin sebagaimana Allah l berfirman:
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia4
itu dari setan, dengan tujuan agar orang-orang beriman itu bersedih hati,
padahal pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka
kecuali dengan izin Allah ….” (Al-Mujadalah: 10)
Setiap perkara yang dapat menyusahkan
seseorang dalam hidupnya dan mengacaukan kebahagiaan hidupnya merupakan target
yang dituju oleh setan. Ia sangat bersemangat untuk mewujudkannya, baik orang
yang hendak diganggunya itu tengah terjaga atau sedang larut dalam mimpinya.
Karena memang setan merupakan musuh sebagaimana Allah l berfirman:
“Sesungguhnya setan itu merupakan
musuh bagi kalian maka jadikanlah ia sebagai musuh.” (Fathir: 6)
Terhadap bentuk mimpi yang ketiga
ini, kita dibimbing oleh Rasulullah n untuk berlepas diri darinya. Beliau
memerintahkan kepada orang yang bermimpi melihat perkara yang dibencinya agar
berlindung kepada Allah l dari gangguan setan dan dari kejelekan apa yang
dilihatnya. Kemudian ia meludah sedikit ke arah kirinya sebanyak tiga kali,
mengubah posisi tidurnya dengan membalikkan lambung/rusuknya ke arah lain dan
tidak boleh menceritakan mimpi tersebut kepada seorang pun. Bila seseorang
telah melakukan bimbingan Rasul yang telah disebutkan ini, niscaya mimpi
buruknya itu tidak akan memudaratkannya sedikitpun. Hal ini banyak terjadi di
kalangan manusia. Banyak pertanyaan yang datang tentang permasalahan ini, namun
obatnya adalah apa yang telah diterangkan oleh Nabi n, sebagaimana disebutkan
dalam hadits Jabir bin Abdillah c yang diriwayatkan Al-Imam Muslim t.
Rasulullah n bersabda:
“Bila seseorang dari kalian bermimpi
hal yang dibencinya (mimpi buruk), hendaklah meludah ke arah kiri sebanyak tiga
kali dan berlindung kepada Allah dari gangguan setan tiga kali, serta
memalingkan lambung/rusuknya ke arah yang berbeda dengan yang sebelumnya.”
Sebagaimana disebutkan pula dalam
hadits Abu Sa’id Al-Khudri z yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari t:
“Bila seseorang dari kalian bermimpi
perkara yang dibencinya (mimpi buruk) maka hanyalah mimpi itu dari setan.
Karena itu, hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kejelekan mimpi tersebut
dan janganlah ia ceritakan mimpinya kepada seorang pun. Sungguh mimpi itu tidak
akan memudaratkannya.”
Dalam hadits Abu Qatadah z yang
dikeluarkan Al-Imam Muslim t disebutkan bahwa Abu Qatadah berkata:
“Aku pernah bermimpi buruk hingga
mimpi itu membuatku sakit/lemah. Sampai akhirnya aku mendengar Rasulullah n
bersabda bahwa mimpi yang bagus itu dari Allah, maka bila salah seorang dari
kalian bermimpi melihat perkara yang disukainya maka jangan ia ceritakan mimpi
tersebut kecuali kepada orang yang dicintainya. Bila yang diimpikan itu perkara
yang tidak disukai (mimpi buruk), hendaklah ia meludah sedikit ke kiri tiga
kali, berlindung kepada Allah dari kejelekan setan dan dari kejelekan mimpi
tersebut, dan jangan ia ceritakan mimpi itu kepada seorang pun. Bila demikian
yang dilakukannya niscaya mimpi itu tidak akan memudaratkannya.”
Adapun dalam hadits Abu Hurairah z
disebutkan bahwa Nabi n bersabda:
“Bila seseorang dari kalian melihat
perkara yang dibencinya dalam mimpinya maka hendaklah ia bangkit dari tempat
tidurnya (untuk berwudhu) lalu mengerjakan shalat dan jangan ia ceritakan
mimpinya itu kepada manusia.” (HR. Muslim)
Dengan demikian ada beberapa perkara
yang diperintahkan Nabi n kepada orang yang bermimpi buruk:
1. Meludah sedikit ke arah kirinya
tiga kali
2. Berlindung kepada Allah l dari
kejelekan setan (membaca ta’awudz) sebanyak tiga kali
3. Berlindung kepada Allah l dari
kejelekan apa yang dilihatnya (dalam mimpi)
4. Memalingkan lambung/rusuknya ke
arah yang berlainan dari arah semula
5. Tidak boleh diceritakannya kepada
seorang pun
6. Hendaknya ia bangkit dari tempat
tidurnya (untuk berwudhu) lalu mengerjakan shalat.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Perkaranya sudah paten, dari
sananya demikian. Tidak ada andil bagi akal dalam penetapannya, namun
semata-mata dari wahyu, Al-Qur`an dan As-Sunnah. (pent.)
2 Seperti Zhuhur 4 rakaat, Subuh 2
rakaat, Maghrib 3 rakaat, dan seterusnya. Apa hikmahnya? Jawabannya, tak ada
yang tahu. Penetapan bilangan 4, 2, dan 3 ini merupakan perkara tauqifiyyah.
Bukan hasil ijtihad akal seorang manusia, namun semata-mata dari wahyu.
Sehingga tak boleh seorang pun mengubah jumlah rakaat shalat-shalat tersebut
dengan buah pikirannya. (pent.)
3 Karena peristiwa di alam nyata atau
pikirannya di alam nyata itulah yang membawanya sampai bermimpi.
4 Berbicara dengan bisik-bisik di
hadapan kaum mukminin, sehingga si mukmin menyangka bahwa yang dibicarakan
adalah rencana untuk mencelakakannya dan menimpakan kejelekan padanya.
Akibatnya ia merasa sedih, takut, dan khawatir. (pent.)
Asysyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar