Alhamdulillah wa shalaatu wa
salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sangat wajar jika seseorang
menginjak usia senja, muncul pada kepala, wajah atau jenggotnya rambut putih,
alias uban. Itulah fase kehidupan yang akan
dilewati oleh setiap insan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan
kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah
itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)
Kadangkala memang kita ingin
menghilangkannya, mencabutnya, atau mengganti warnanya dengan warna lain. Namun
alangkah bagusnya jika setiap tindak-tanduk kita didasari dengan ilmu agar kita
tidak sampai terjerumus dalam kesalahan dan dosa. Sebuah petuah bagus dari
Mu’adz bin Jabal yang harus senantiasa kita ingat:
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan
amalan berada di belakang ilmu.”
(Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu
‘anil Mungkar, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni,
hal. 15)
Jadi dalam masalah uban ini,
marilah kita ikuti petunjuk syari’at Islam yang suci nan sempurna. Dengan
mengikuti petunjuk inilah seseorang akan menuai kebahagiaan. Sebaliknya, jika
enggan mengikutinya, hanya mau memperturutkan hawa nafsu semata dan menuruti
perkataan manusia yang mencocoki hawa nafsu tanpa ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya orang seperti ini akan binasa.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta’at kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur: 54)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan
ajaranku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu
dan amal). Pegang teguhlah ajaran tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih.
Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satupun
yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku
mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan
menyimpang.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ulama yang sudah tersohor namanya
di tengah-tengah kita, yakni Imam Syafi’i mengatakan,
أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد
“Kaum muslimin sepakat bahwa
siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang
lainnya.” (Madarijus
Salikin, 2/335, Darul Kutub Al ‘Arobi. Lihat juga Al Haditsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqoid wal Ahkam, Muhammad Nashiruddin Al Albani,
hal. 79, Asy Syamilah)
Uban adalah Cahaya Bagi Seorang Mukmin
Al Baihaqi membawakan sebuah
pasal dengan judul “larangan mencabut uban”. Lalu di dalamnya beliau membawakan
hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة
“Uban adalah cahaya bagi seorang
mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan
setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan
derajatnya.” (HR. Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Muhammad bin Hibban At Tamimi
rahimahullah -yang lebih dikenal dengan Ibnu Hibban- dalam kitab Shahihnya
menyebutkan pembahasan “Hadits
yang menceritakan bahwa Allah akan mencatat kebaikan dan menghapuskan kesalahan
serta akan meninggikan derajat seorang muslim karena uban yang dia jaga di
dunia.” Lalu Ibnu Hibban
membawakan hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة
“Janganlah mencabut uban karena
uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam
walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan,
dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan
satu derajat.” (HR. Ibnu Hibban
dalam Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Uban Tidak Boleh Dicabut
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Janganlah mencabut uban.
Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan
uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i.
Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hukuman bagi orang yang mencabut
ubannya adalah kehilangan cahaya pada hari kiamat nanti. Dari Fudholah bin
‘Ubaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتْ نُورًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ رَجُلٌ عِنْدَ ذَلِكَ فَإِنَّ رِجَالًا يَنْتِفُونَ الشَّيْبَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ فَلْيَنْتِفْ نُورَهُ
“Barangsiapa memiliki uban di
jalan Allah walaupun hanya sehelai, maka uban tersebut akan menjadi cahaya
baginya pada hari kiamat.”
Kemudian ada seseorang yang berkata ketika disebutkan hal ini: “Orang-orang pada mencabut
ubannya.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Siapa saja yang ingin, silakan
dia memotong cahaya (baginya di hari kiamat).” (HR. Al Bazzar, At Thabrani
dalam Al Kabir dan Al Awsath dari riwayat Ibnu Luhai’ah, namun
perowi lainnya tsiqoh –terpercaya-. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Perkataan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Siapa
saja yang ingin, maka silakan dia memotong cahaya (baginya di hari kiamat)”; tidak menunjukkan bolehnya
mencabut uban, namun bermakna ancaman.
Rambut uban mana yang dilarang
dicabut?
Larangan mencabut uban mencakup
uban yang berada di kumis, jenggot, alis, dan
kepala. (Al Jami’ Li Ahkami Ash Shalat, Muhammad ‘Abdul Lathif
‘Uwaidah, 1/218, Asy Syamilah)
Apa hukum mencabut uban apakah
haram ataukah makruh?
Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah,
dan Hanabilah berpendapat bahwa mencabut uban adalah makruh.
Abu Dzakaria Yahya bin Syarf An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mencabut ubat dimakruhkan berdasarkan hadits dari ‘Amr bin
Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya. … Para ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa
mencabut uban adalah makruh dan hal ini ditegaskan oleh Al Ghozali sebagaimana
penjelasan yang telah lewat. Al Baghowi dan selainnya mengatakan bahwa
seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan tegas
mengenai hal ini, maka ini juga benar dan tidak mustahil. Dan tidak ada bedanya
antara mencabut uban yang ada di jenggot dan kepala (yaitu sama-sama
terlarang). (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/292-293, Mawqi’ Ya’sub)
Namun jika uban tersebut terdapat
di jenggot atau pada rambut yang tumbuh di wajah, maka hukumnya jelas haram karena perbuatan tersebut
termasuk an namsh yang dilaknat.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لعن الله الربا و آكله و موكله و كاتبه و شاهده و هم يعلمون و الواصلة و المستوصلة و الواشمة و المستوشمة و النامصة و المتنمصة
“Allah melaknat riba, pemakan
riba (rentenir), orang yang menyerahkannya (nasabah), orang yang mencatatnya (sekretaris)
dan yang menjadi saksi dalam keadaan mereka mengetahui (bahwa itu riba). Allah
juga melaknat orang yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan
rambut, orang yang mentato dan yang meminta ditato, begitu pula orang yang mencabut
rambut pada wajah dan yang meminta dicabut.” (Diriwayatkan dalam Musnad Ar
Robi’ bin Habib. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Adapun mencabut uban dari jenggot atau uban
dari rambut yang tumbuh di wajah, maka perbuatan seperti ini diharamkan karena termasuk an namsh. An namsh adalah mencabut rambut yang
tumbuh di wajah dan jenggot. Padahal terdapat hadits yang menjelaskan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan an namsh.”
(Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu
‘Utsaimin, 11/80, Asy
Syamilah)
Kesimpulan
Hukum mencabut uban dapat
dikatakan haram karena ada dalil tegas mengenai
hal ini, sedangkan mayoritas ulama mengatakan hukumnya adalah makruh. Namun
sebagai seorang muslim yang ingin selalu mengikuti petunjuk Nabinya shallallahu
‘alaihi wa sallam dan agar tidak kehilangan cahaya di hari kiamat kelak, maka
seharusnya seorang muslim membiarkan ubannya (tidak perlu dicabut). Dengan inilah
dia akan mendapat tiga keutamaan: [1] Allah akan mencatatnya
kebaikan, [2] dan menghapuskan kesalahan serta [3] akan meninggikan derajat
seorang muslim karena uban yang dia jaga di dunia. Namun, jika uban tersebut berada
pada jenggot atau rambut yang tumbuh di wajah, maka ini jelas haramnya. Wallahu a’lam.
-bersambung pada pembahasan menyemir rambut,
Insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar