Ustadz yang saya hormati, tolong jelaskan tafsir ayat yang
artinya: “Allah bersemayam di atas ‘Arsy.”, dan ayat yang berbunyi: “wa huwa
ma’akum ainamaa kuntum.”
Kedua: Bisakah qadha dan qadar yang sudah ditentukan berubah
dengan doa yang kita minta? Terimakasih.
(0501923076)
Jawab:
Wa’alaikum salam.
1. Allah ta’ala berfirman:
(الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى)
(طـه:5)
Artinya: “(Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas
‘Arsy.” (Qs. 20:5)
Allah mengabarkan dalam ayat yang mulia ini bahwa Dia subhanahu
wa ta’aalaa beristiwa’ di atas ‘Arsy. Al-Istiwa’ dalam
bahasa arab artinya meninggi dan menetap. Dan ’Arsy adalah adalah makhluk Allah
yang paling atas, paling besar, dan paling luas.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah beristiwa’ di atas ‘Arsy,
sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah. Dan istiwa’-Nya tidak sama dengan
istiwa’ makhluk. Karena Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)(الشورى:
من الآية11)
Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. 42: 11)
Oleh karena itu, kewajiban seorang muslim adalah menetapkan dan
mengimaninya. Tidak boleh mengingkari sifat Istiwa’ ini dan tidak boleh pula
menyerupakan sifat Istiwa’ Allah dengan sifat Istiwa’ makhluk. Jadi kewajiban
kita adalah mengimaninya tanpa menyerupakannya dengan makhluk.
Wallahu a’lamu.
***
Adapun firman Allah:
(وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
)(الحديد: من الآية4)
Artinya: “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada.” (Qs. 57: 4)
Maka maksudnya adalah Allah bersama kita dengan ilmu-Nya bukan
Dzat-Nya. Karena dalil-dalil shahih yang banyak menunjukkan bahwa Allah berada
di atas. Oleh karena itu, kalau kita amati keseluruhan ayat lebih cermat maka
kita akan tahu bahwa maksudnya adalah kebersamaan ilmu bukan kebersamaan dzat.
Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ
أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا
يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ
مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ) (الحديد:4)
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bumi dan apa yang ke luar daripadanya dan apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. 57:4)
Allah mengabarkan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi,
kemudian Dia beristiwa’ di atas ‘Arsy. Meskipun Allah berada di tempat yang
paling tinggi, tapi Allah Maha Mengetahui dengan apa yang terjadi di alam
semesta dari yang kecil sampai yang besar. Dia bersama kita dengan ilmuNya.
Oleh karenanya ayat ini diawali dengan kata (Dia mengetahui) dan diakhiri
dengan (Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan), yang menunjukkan bahwa
maksud dari (Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada) adalah kebersamaan
ilmu Allah bukan kebersamaan Dzat Allah.
Oleh karena itu, keliru orang yang menjadikan ayat ini sebagai
dalil bahwa Dzat Allah berada dimana-mana.
2. Apa yang terjadi di dunia tidak mungkin keluar dari taqdir
Allah sedikitpun. Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ
إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ
يَسِيرٌ) (الحديد:22)
Artinya: “Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.” (Qs. 57:22)
Semua takdir telah Allah tulis 50 ribu tahun sebelum langit dan
bumi diciptakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ، قَالَ : وَعَرْشُهُ عَلَى
الْمَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menulis taqdir semua
makhluk 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan, dan Arsy-Nya berada
di atas air.” (HR. Muslim)
Jadi Allahlah yang telah menciptakan kita dan semua tingkah laku
kita, yang menciptakan semua sebab dan akibatnya.
Adapun hadist yang berbunyi:
(لَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ)
Artinya: “Tidak menolak takdir kecuali doa.” (HR.
Ahmad)
Maka hadistnya dha’if (lemah), diantara yang mendha’ifkannya
Syeikh Al-Albany rahimahullahu.
Seandainya hadist ini shahih, maka bukanlah yang dimaksud
bahwasanya kita bisa keluar dari takdir Allah, atau bisa melawan dan menghindar
dari takdir Allah. Karena doa kita itu sendiri juga bagian dari takdir Allah.
Dialah Allah yang mentakdirkan kita berdoa, sehingga dengan doa kita Allah
mencegah musibah dari kita. Dengan kata lain, kita menolak takdir Allah, dengan
takdir Allah.
Sebagaimana kita ingin menghilangkan sakit dengan obat,
menghilangkan kemiskinan dengan bekerja. Ini bukan berarti kita bisa keluar
dari takdir Allah, karena obat dan bekerjanya kita juga bagian dari takdir
Allah itu sendiri, sembuh dan kayanya kita juga takdir Allah. Jadi kita keluar
dari takdir Allah, dengan takdir Allah, menuju takdir Allah yang lain.
Wallahu a’lamu.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar