Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Risalah berikut akan sedikit berbicara tentang masalah rizki.
Nasehat ini pun tidak perlu jauh-jauh ditujukan pada orang lain. Sebenarnya
yang lebih pantas adalah nasehat ini ditujukan pada diri kami sendiri supaya
selalu bisa ridho dengan takdir ilahi dalam hal rizki.
Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15)
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي
أَهَانَنِ (16)
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata:
“Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16)
Penjelasan Para Ulama
Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia ketika ia diuji oleh Rabbnya dengan
diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta dan kemuliaan serta
diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah benar-benar telah
memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan, “Rabbku telah
memuliakanku dengan karunia ini.”[1]
Kemudian Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia jika ia ditimpa musibah oleh
Rabbnya dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka ia
pun katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia
pun tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota
badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.”[2]
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Dalam ayat tersebut,
Allah Ta’alamengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah
meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia
menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya.
Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا
نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا
يَشْعُرُونَ
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan
kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan
kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah
menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah
seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia
cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki
pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi
patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari
ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang
berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka
inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”[3]
Antara Mukmin dan Kafir
Sifat yang disebutkan dalam surat ini (Al Fajr ayat 15-16)
adalah sifat orang kafir. Maka sudah patut untuk dijauhi oleh seorang muslim.
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sifat yang disebutkan dalam (Al Fajr ayat
15-16) adalah sifat orang kafir yang tidak beriman pada hari berbangkit.
Sesungguhnya kemuliaan yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak
atau sedikitnya harta. Sedangkan orang mukmin, kemuliaan menurutnya adalah
dilihat pada ketaatan pada Allah dan bagaimana ia menggunakan segala nikmat
untuk tujuan akhirat. Jika Allah memberi rizki baginya di dunia, ia pun memuji
Allah dan bersyukur pada-Nya.”[4]
Syukuri dan Bersabar
Pahamilah! Tidak perlu merasa iri hati dengan rizki orang lain.
Kita dilapangkan rizki, itu adalah ujian. Kita disempitkan rizki, itu pula
ujian. Dilapangkan rizki agar kita diuji apakah termasuk orang yang bersyukur
atau tidak. Disempitkan rizki agar kita diuji termasuk orang yang bersabar
ataukah tidak. Maka tergantung kita dalam menyikapi rizki yang Allah berikan.
Tidak perlu bersedih jika memang kita tidak ditakdirkan mendapatkan rizki
sebagaimana saudara kita. Allah tentu saja mengetahui manakah yang terbaik bagi
hamba-Nya. Cobalah pula kita perhatikan bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada
harta saja. Kesehatan badan, nikmat waktu senggang, bahkan yang terbesar dari
itu yaitu nikmat hidayah Islam dan Iman, itu pun termasuk nikmat yang patut
disyukuri. Semoga bisa jadi renungan berharga.
Ya Allah, karuniakanlah pada kami sebagai orang yang pandai
besyukur dan bersabar pada-Mu dalam segala keadaan, susah maupun senang.
Sungguh nikmat diberikan taufik untuk merenungkan Al Qur’an.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Disusun di Sakan 27, kamar 202, KSU, Riyadh, Saudi Arabia saat
ba’da Maghrib
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar