Saya ini kebetulan hidup di Australia. Saya ingin menanyakan
bagaimana membeli rumah dari pinjaman bank, karena bisa dibilang membeli rumah
dengan cash itu hal yang mustahil. Terimah kasih.
Dari: Amran
Jawaban:
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
KPR bank bermasalah secara syariah. Karena hakikat KPR bank adalah
kita meminjam uang di bank kemudian melunasinya dengan tambahan bunga, hal ini
tentu saja riba. Sementara kita dilarang memberi riba kepada orang lain.
Penjelasan selengkapnya sebegai berikut:
KPR syariah yang menjadi produk
perbankan syariah menyimpan tAnda tanya besar. Sebagian orang menilai produk
ini sebagai solusi paling aman untuk mewujudkan hunian keluarga ekstra
instan, yang bebas dari riba. Di sisi lain, banyak kalangan yang mulai
mempertanyakan kehalalannya. Mengingat tabulasi akhir yang harus dibayarkan
nasabah KPR kepada bank syariah sama persis dengan tabulasi pada KPR
konvensional.
Tinjauan Syariat
Gambaran singkat KPR melalui perbankan atau lembaga
pembiayaan, biasanya melibatkan tiga pihak, yaitu Anda sebagai nasabah,
developer, dan bank atau PT. Finance. Ini berlaku baik dalam sistem
konvensional maupun syariah.
Setelah melalui proses administrasi, biasanya Anda diwajibkan
membayar uang muka (DP) sebesar 20 %. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP,
maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80 %. Tahapan
selanjutnya sudah dapat ditebak, yaituAnda menjadi nasabah bank terkait.
Secara sekilas akad di atas tidak perlu dipersoalkan.
Terlebih berbagai lembaga keuangan syariah mengklaim bahwa mereka berserikat
(mengadakan musyarakah) dengan Anda dalam pembelian rumah
tersebut. Anda membeli 20 % dari rumah itu, sedangkan lembaga
keuangan membeli sisanya, yaitu 80 %. Dengan demikian, perbankan menerapkan
akad musyarakah (penyertaan modal). Dan selanjutnya bila tempo
kerjasama telah usai, lembaga keuangan akan menjual kembali bagiannya yang
sebesar 80 % kepada Anda.
Namun bila Anda cermati lebih jauh, niscaya Anda menemukan
berbagai kejanggalan secara hukum syariat. Berikut kesimpulan terkait beberapa
hal yang layak untuk dipersoalkan secara hukum syari’at:
1. Dalam aturan syariat, barang yang dijual secara kredit, secara
resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.
2. Nilai 80% yang diberikan bank, hakikatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi
pembelian rumah. Dengan alasan:
·
Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank
tidak dianggap membeli rumah tersebut.
·
Dengan adanya DP, sebenarnya nasabah sudah memiliki rumah
tersebut.
·
Dalam praktiknya, bank sama sekali tidak menanggung beban kerugian
dari rumah tersebut selama disewakan.
3. Konsep KPR syariah tersebut bermasalah karena:
·
Uang yang digunakan untuk melunasi pembelian rumah statusnya utang
(pinjaman) dari bank.
·
Nasabah berkewajiban membayar cicilan, melebihi pinjaman bank.
·
Jika bank syariah menganggap telah membeli rumah tersebut maka
dalam sistem KPR yang mereka terapkan, pihak bank melanggar larangan menjual
barang yang belum mereka terima sepenuhnya.
Keterangan di atas adalah ringkasan dari artikel yang diulas
Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 24, yang
secara khusus mengangkat tema studi kritis produk perbankan syariah.
Anda bisa mendapatkan majalah pengusaha muslim edisi 24 format
ebook. Untuk pemesanan, silahkan menghubungi alamat email: majalahpintar@pengusahamuslim.com . Info selengkapnya, di: majalah.pengusahamuslim.com
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi
Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar