Bolehkah seorang suami mentalak istrinya dengan talak tiga yang
diucapkan sekaligus?
Jawaban:
Rukanah bin Abdullah mentalak istrinya tiga sekaligus dalam satu
waktu. Lalu ia merasa sangat sedih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
kepadanya, “Bagaimana kamu mentalaknya?” Dia menjawab, “Aku
mentalaknya tiga kali.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambertanya, “Dalam
satu waktu?” Dia menjawab, “Ya.”
قَالَ: إِنَّمَا تِلْكَ وَاحِدَةٌ فَأَرْجِعْهَا إِنْ شِئْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
yang demikian itu adalah talak satu, maka kembalilah jika kamu mau.”
Lalu, dia kembali kepadanya.
Imam Ahmad berkata, “Said bin Ibrahim telah meriwayatkan
kepada kami, ayahku telah menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Ishar, Daud
bin Husain menceritakan kepadaku dari Ikrimah -maula (mantan budak) Ibnu Abbas-
dia berkata, “Setiap talak itu harus dalam keadaan suci.” (HR. Ahmad).
Imam Ahmad mengatakan, “Hadits ini shahih, dan
dapat dijadikan hujjah.” Imam At-Tirmidzi juga berpendapat
demikian.
Abdur Razaq berkata, “Ibnu Juraih telah mengabarkan
kepadaku, dia berkata, ‘Sebagian Bani Rafi (maula Rasulullah) telah mengabarkan
kepadaku dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, ‘Abu Rukanah telah
menceraikan istrinya Ummu Rukanah, dan menikah dengan perempuan dari Madinah.”‘
Lalu, ia (istri baru Abu Rukanah) mendatangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Dia tidaklah cukup bagiku
seperti halnya sehelai rambut yang kuambil dari kepalanya. Oleh karena itu,
pisahkan aku dengannya.’
Maka, Rasulullah memanggil Abu Rukanah dan istrinya, lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Tahukah kamu
bahwa si fulan dari Abdi Yazid seperti ini dan itu?’ Mereka
menjawab, ‘Benar, wahai Rasulullah.’ Lalu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdi Yazid, ‘Ceraikan
dia.’ Maka ia pun menceraikannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata lagi, ‘Rujuklah istrimu atau Rukanah.’ Dia
menjawab, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mentalaknya dengan
talak tiga.’
قَالَ: قَدْ عَلِمْتُ، رَاجِعْهَا، وَتَلاَ: يَآ أَيُّهَا
النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya,
aku tahu itu. Kembalilah kepadanya.’Lalu beliau membacakan ayat, ‘Wahai
Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), dan
hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.’”
Abu Daud meriwayatkan dengan jalan lain dari Ahmad bin Shalih,
Abdur Razaq telah menceritakan kepadanya. Sanad ini tidak
melalui Ibnu Ishaq yang dikhawatirkan sebagai perawi mudallis.
Beberapa hadits shahih menyatakan bahwa di
zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, talak tiga dalam
satu waktu dianggap sebagai talak satu. Begitu juga pada masa Abu Bakar dan
Umar bin Khattab.
Adapun pendapat Umar yang mengesahkan talak tiga dalam satu
waktu adalah sebagai hukuman dan pelajaran agar talak tiga dalam satu waktu
tidak dilakukan oleh orang banyak. Ini juga merupakan ijtihad pribadi beliau,
yang bertujuan demi kemaslahatan bersama. Adapun hukum sebenarnya adalah
sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang
mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus.
فَقَامَ غَضْبَانَ، ثُمَّ قَالَ: أَيَلْعَبُ بِكِتَابِ اللهِ
وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟ حَتَّى قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ
أَلاَ أَقْتُلُهُ؟
“Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dalam
keadaan marah, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah dia
hendak mempermainkan Kitab Allah (Al-Quran), sedangkan aku masih berada di
tengah-tengah kalian?’ Sampai-sampai ada seorang laki-laki yang berdiri, lalu
berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku boleh membunuhnya?’”(HR. An-Nasa’i).
Sumber: Fatawa Rasulullah: Anda Bertanya Rasulullah
Menjawab, Tahqiq dan Ta’liq oleh Syekh Qasim Ar-Rifa’i, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah,
Pustaka As-Sunnah, Cetakan Ke-1, 2008.
0 komentar:
Posting Komentar