Pertanyaan, “Ada beberapa produk yang ditiru oleh pihak tertentu
lalu dijual dengan kesan seakan produk tersebut adalah produk asli, padahal
imitasi. Apakah tindakan ini tergolong melanggar hak orang lain? Apa yang harus
dilakukan oleh orang yang memiliki barang imitasi tersebut?”
Jawaban, “Hendaknya seorang muslim menjadikan kejujuran sebagai
sifat yang melekat pada dirinya, lahir dan batin. Di antara kejujuran yang
seharusnya dimiliki seorang muslim adalah kejujuran dalam berbisnis, dengan
tidak menipu atau pun melakukan pemalsuan dalam kondisi apa pun. Kejujuran
adalah penyempurna iman dan pelengkap keislaman seseorang.
قال تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
Allah berfirman (yang artinya), ‘Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian bersama orang-orang yang
jujur.’ (Q.s. At-Taubah:119)
Perilaku bisnis di atas tidaklah diperbolehkan oleh syariat,
karena beberapa alasan:
1. mengambil hak orang lain tanpa seizinnya;
2. membohongi dan menipu publik;
3. menyelisihi aturan pemerintah yang wajib ditaati, selama itu bukan
maksiat.
Jadi, perilaku di atas adalah perilaku buruk dan menyakiti kaum
muslimin. Keburukan bukanlah perilaku dan karakter seorang muslim.
قال تعالى: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
Allah berfirman (yang artinya), ‘Dan orang-orang yang menyakiti
lelaki yang beriman maupun perempuan yang beriman, tanpa adanya kesalahan yang
mereka lakukan, maka sungguh dia telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.’
(Q.s. Al-Ahzab:58)
وقال تعالى: وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ
Allah berfirman (yang artinya), ‘Rencana yang jahat itu tidak
akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.’ (Q.s.
Fathir:43)
Seorang muslim itu menyukai kebaikan dan menjaga jarak dari
keburukan. Oleh sebab itu, hendaklah seorang muslim menjauhi perilaku bisnis
semacam itu dan tidak membantu pelakunya untuk mengedarkan produk imitasinya.
لقوله تعالى : وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Allah berfirman (yang artinya), ‘Dan hendaknya kalian
tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong untuk
melakukan dosa dan permusuhan.’ (Q.s. Al-Maidah:2)
Berdasarkan uraian di atas, siapa saja yang menjual produk imitasi
dengan kesan seakan-akan (barang tersebut) asli maka dia bukanlah orang yang
bisa dipercaya dan bukanlah seorang yang menghendaki kebaikan untuk konsumen.
Padahal, Nabi bersabda,
أدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَن ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
‘Tunaikan amanah orang yang memberi amanah kepadamu, dan janganlah
engkau khianati orang yang mengkhianatimu.’ (H.r. Abu Daud,
Tirmidzi, Darimi, dan Al-Hakim; dari Abu Hurairah; dinilai shahih lighairihi oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 423)
Oleh karenanya, penjual produk tersebut berdosa. Namun, mengingat
bahwa keuntungan yang didapat tidaklah haram karena zatnya maka penjual boleh memanfaatkannya.
Adapun terkait dengan produk imitasi yang masih tersisa, maka itu boleh dijual. Dengan
syarat, calon pembeli diberitahu bahwa produk tersebut tidaklah asli. Jika
setelah mengetahui kondisi barang yang sebenarnya, dia tetap mau membelinya, maka
tidak masalah. Akan tetapi, jika produk imitasi sudah habis terjual, penjual
hendaknya menolak untuk membantu produsen imitasi untuk menjualkan produknya.
Setiap muslim wajib bertakwa kepada Allah dan menempuh jalan
rezeki yang halal, karena bertakwa kepada Allah dan membuat Allah ridha adalah
sebab untuk mendapatkan kemudahan dari Allah.”
Sumber: http://www.ferkous.com/rep/Bi59.php
Artikel www.PengusahaMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar