Para ulama fikih membahas transaksi jual beli yang disebut dengan
“jual beli birraqm“. Jual beli birraqm adalah ucapan penjual, “Aku jual,
kepadamu, kain dengan harga yang tertera pada barang ini.” Jika pembeli
mengetahui besaran harga yang dimaksudkan saat transaksi dilakukan atau
sebelumnya maka transaksi sah, dengan kesepakatan ulama. Namun, jika pembeli
belum mengetahui besaran harga barang yang dibeli maka inilah yang
diperselisihkan ulama, boleh atau tidaknya.
Ada dua pendapat ulama fikih dalam hal ini.
Pertama, mayoritas ulama dari Mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali
mengatakan tidak sahnya jual beli seperti jual beli di atas. Alasannya, jual
beli model tersebut termasuk jual beli gharar (jual
beli yang mengandung ketidakjelasan), yaitu ketidakjelasan harga. Boleh jadi,
hanya pembeli yang tidak mengetahui harga barang tersebut, atau tidak menutup
kemungkinan, penjual dan pembeli sama-sama tidak mengetahui harga yang
tercantum pada barang yang dimaksudkan. Alasan yang lain, jual beli ini bisa
dijadikan sarana untuk menipu pembeli karena penjual bisa saja menempelkan
harga yang ternyata jauh lebih mahal daripada harga seharusnya.
Kedua, sebaliknya, para ulama bermazhab Maliki dan Imam Ahmad–dalam
salah satu dari dua pendapat beliau–membolehkan jual beli di atas. Inilah
pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Utsaimin.
Inilah pendapat yang tepat, dengan alasan bahwa hukum asal jual
beli adalah boleh. Jual beli birraqm ini
diterapkan oleh berbagai negara dengan menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi), sehingga saat
transaksi jual beli, boleh jadi penjual dan pembeli belum tahu secara
pasti HET untuk barang yang diinginkan. Harga bisa
diketahui setelah pembeli ingin melakukan pembayaran. Dengan demikian, jual
beli birraqm ini menguntungkan penjual sekaligus
pembeli. Setelah pihak yang berwenang mengetahui harga produksi dan keuntungan
yang wajar untuk barang tersebut, barulah mereka menetapkan HET.
Kemungkinan adanya penipuan dalam jual beli birraqm itu tidak ada, mengingat harga–dalam hal
ini–telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam jual beli ini, pada akhirnya, baik
penjual maupun pembeli mengetahui harga barang yang dibeli karena pembeli tidak
mungkin membeli barang tersebut kecuali setelah dia mengetahui harga barang
yang ingin dibelinya dan dia merasa cocok dengan harga tersebut.
Ringkasnya, jual beli birraqm itu
boleh karena tidak ada hal bermasalah di dalamnya. Harga produk telah tertera
pada barang yang dimaksud, dan setelah mengetahui harga barang pembeli memiliki
pilihan. Jika dia merasa cocok dengan harga tersebut, dia bisa mengambil barang
tersebut dengan penuh kerelaan. Jika pembeli tidak merasa cocok maka dia pun
bisa mengurungkan niat untuk membelinya.
0 komentar:
Posting Komentar