Tafsir
Surat Asy Syarh (4): Selesai Shalat, Berdoalah
Faedah lainnya dari
surat Asy-Syarh, setelah selesai dari ibadah atau shalat, diperintahkan untuk
berdoa dan terus berusaha menjaga niatan ikhlas karena Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7)
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
“Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Alam Nasyrah: 1-8)
Ibnu Katsir berkata,
“Jika engkau telah selesai dari urusan dan kesibukan duniamu, maka lakukanlah
ibadah. Semangatlah melakukan yang penting. Murnikanlah niatan dan harapanmu
pada Rabbmu.”
Dua hadits ini
adalah contoh diperintahkan kita bisa konsen dalam ibadah.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ
الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
“Tidak ada shalat ketika makanan
telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan
(kencing atau buang air besar).”
(HR. Muslim no. 560).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ
وَحَضَرَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
“Jika shalat telah ditegakkan
dan makanan sudah siap tersajikan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR. Bukhari no. 5465)
Mujahid berkata
tentang ayat ini, “Jika engkau telah selesai dari urusan duniamu, kerjakanlah
shalat, hadaplah Rabbmu.”
Ada juga riwayat
dari Mujahid, “Jika engkau telah selesai shalat, tunaikanlah hajat-hajatmu.”
Ibnu Mas’ud
berkata, “Jika engkau telah menunaikan shalat fardhu, tunaikanlah shalat
malam.” Dari Ibnu ‘Iyadh berpendapat seperti itu pula.
‘Ali bin Abi
Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
{ فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ } يعني: فِي الدُّعَاءِ
“Jika engkau telah
selesai (dari shalat atau ibadah, pen.), maka berdo’alah.” Ini jadi dalil
sebagian ulama dibolehkan berdoa setelah shalat fardhu.
Ada dalil lain yang
lebih spesifik,
جاء رجلٌ إلى النَّبيِّ – صلى
الله عليه وسلم – ، فقال : أيُّ الصلاة أفضل ؟ قال : (( جوفُ الليل الأوسط )) ،
قال : أيُّ الدُّعاء أسمع ؟ قال: (( دُبر المكتوبات ))
“Ada seseorang yang pernah
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, “Shalat apa yang
paling afdhal?” “Shalat di tengah malam”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Lalu ditanya kembali, “Doa apa yang paling didengar?” “Doa di dubur
shalat wajib (yaitu di akhir shalat wajib, pen.).” (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya,Jami’ ‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 143-144)
Doa berikut dibaca
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dubur shalat,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ ،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Allahumma inni a’udzu bika
minal jubni, wa a’udzu bika an arudda ila ardzalil ‘umuri, wa a’udzu bika min
fitnatit dunyaa wa a’udzu bika min ‘adzabil qabri [artinya: Ya Allah, aku
meminta perlindungan pada-Mu dari sikap pengecut di medan perang, dari jeleknya
keadaan di masa tua, dari godaan dunia yang menggiurkan dan dari siksa kubur].” (HR. Bukhari no. 2822)
Makna dubur shalat
di sini ada beda pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengartikan di akhir
shalat sebelum salam. Dan ada pula yang mengartikan setelah shalat. Ini berarti
menurut sebagian ulama ada tuntunan berdoa setelah selesai shalat berdasarkan
pemahaman ini. Wallahu a’lam bish shawwab.
Perintah untuk Ikhlas
Zaid bin Aslam dan
Adh-Dhahak berkata, jika engkau telah selesai dari jihad, maka beribadahlah
pada Allah.
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu
berharap.” Maksud ayat ini
kata Ats-Tsauri, “Jadikanlah niat dan harapanmu hanya untuk Allah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 599)
Ini berarti harapan
dan niatankan kita dalam ibadah hanya untuk Allah, bukan selainnya.
Faedah dari Ayat
Syaikh Abu Bakr
Jabir Al-Jazairi berkata, “Kehidupan seorang mukmin tidaklah diisi dengan
kebatilan maupun permainan yang melalaikan dari ibadah. Setiap kali ibadah,
pasti ada kegiatan bermanfaat lainnya, terus seperti itu.” (Aysar At-Tafasir, hlm. 1482)
Referensi:
Al-Mukhtashar
fii At-Tafsir. Penerbit Muassasah Syaikh
‘Abdullah bin Zaid bin Ghanim Al-Khairiyyah.
Aysar
At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyil Kabir.
Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit
Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Jaami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam.
Cetakan kesepuluh, tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Muassasah
Ar-Risalah.
Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim.
Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Syaikh Abu Ishaq
Al-Huwainiy. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar