Tafsir
Surat At-Tiin: Pahala yang Tidak Terputus Hingga Tua
Anak muda kalau
rajin beramal di waktu mudanya, maka akan jadi amalan tak terputus hingga waktu
tuanya. Inilah faedah dari surat At-Tiin yang kita kaji kali ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1)
وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
(5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ
مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ
بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
“Demi (buah) Tin dan (buah)
Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan
sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang
seadil-adilnya?”
(QS. At-Tiin: 1-8)
Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi
Allah telah
bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi Ulul ‘Azmi yaitu
1. Tempat
adanya buah tiin dan zaitun, yaitu Baitul Maqdis, tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam.
2. Bukit
Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa bin ‘Imran‘alaihis salam.
3. Negeri
Mekah yang penuh rasa aman, tempat diutus Nabi kita Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
7: 601)
Sumpah dengan tiga
hal di atas menunjukkan kemuliaan Nabi Ulul ‘Azmi –semoga bagi mereka shalawat dan salam-.
Dari Sempurna Lalu Masuk Neraka
Setelah bersumpah
dengan tiga tempat tersebut, lalu disebutkan al-muqsam ‘alaihyaitu isi sumpah,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا
الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin: 4-6)
Tafsiran pertama
dari ayat di atas, manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya yang
sempurna. Kemudian ia akan masuk dalam neraka. Demikian yang dikatakan oleh
Mujahid, Abul ‘Aliyah, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Zaid dan selainnya. Ia masuk
neraka dikarenakan ia tidak mau taat pada Allah Ta’ala dan enggan mengikuti ajaran
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang selamat dari neraka adalah
orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya. (Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim,
7: 601)
Tafsiran kedua dari
ayat di atas, manusia diciptakan dalam keadaan kuat ketika muda lalu
dikembalikan di usia tua dalam keadaan lemah. Tafsiran kedua ini disebutkan
dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah. Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Jarir.
Namun menurut Ibnu
Katsir, ayat di atas sama seperti maksud ayat,
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia
itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3). Maksudnya, yang dikembalikan ke tempat
yang rendah adalah dijadikan orang yang merugi. Yang tidak merugi hanyalah
orang yang beriman dan beramal shalih.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
فَحَكَمَ عَلَى النَّوْعِ
كُلِّهِ وَالْأُمَّةِ الْإِنْسَانِيَّةِ جَمِيعِهَا بِالْخَسَارَةِ وَالسُّفُولِ
إلَى الْغَايَةِ إلَّا الْمُؤْمِنِينَ الصَّالِحِينَ
“Seluruh manusia
dan umat berada dalam kerugian dan keadaan yang serendah-rendahnya kecuali
orang beriman dan beramal shalih.” (Majmu’ah
Al-Fatawa, 2: 5)
Karena kalau
diartikan keadaan yang rendah (jelek) dalam surat At-Tiin adalah keadaan di
waktu harom (waktu tua), sebenarnya orang
beriman pun ada yang merasakan sulit beramal di waktu tuanya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Sedari Muda Hingga Tua
Penjelasan
dari ulama tafsir yang lain ….
Maksud ayat
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan
manusia dengan sebaik-baiknya seperti di waktu mudanya yaitu dalam keadaan kuat
dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilih oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas,
‘Ikrimah, Ibrahim dan Qatadah, juga Adh-Dhahak, yang dimaksudkan dengan bagian
ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda,
atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya
berada di masa semangat untuk beramal.”
Masa tua adalah
masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa
muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal,
berbeda dengan masa muda, yaitu masa emas untuk beramal shalih.
Ibrahim An-Nakha’i
mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat
sulit untuk beramal, maka dia akan dicatat sebagaimana dahulu (di waktu muda)
dia pernah beramal. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya):
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah
mengatakan, “Makna firman Allah yang artinya “Kecuali orang-orang yang beriman”
adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit
(semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang
amalan mereka. Walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat
usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya
mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, maka mereka
tidak akan berhenti dari beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di
waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di
waktu mudanya.” (Lihat Zaad Al-Masiir, 9: 172-174 dan Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7: 72)
Jika seseorang
sulit beramal di waktu tua padahal waktu mudanya gemar beramal, maka ia tetap
dicatat seperti keadaannya di waktu muda. Sama halnya keadaannya seperti orang
yang sakit dan bersafar. Dalam hadits Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ
سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau
bersafar, maka dicatat baginya semisal keadaan ketika ia beramal saat mukim
atau sehat.” (HR. Bukhari no.
2996)
Berlindung dari Keadaan Jelek di Waktu Tua
Jadi, usia muda
adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan
sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan. Mintalah juga perlindungan kepada Allah
dari usia tua yang jelek sebagaimana do’a yang Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa
sallam contohkan. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meminta perlindungan
dengan do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْكَسَلِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ
، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ
“Allahumma inni a’udzu bika
minal kasl wa a’udzu bika minal jubn, wa a’udzu bika minal harom, wa a’udzu
bika minal bukhl
[artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari rasa
malas, aku meminta perlindungan pada-Mu dari lemahnya hati, aku meminta
perlindungan pada-Mu dari usia tua (yang sulit untuk beramal) dan aku meminta
perlindungan pada-Mu dari sifat kikir (pelit)].” (HR. Bukhari no. 6371)
Ada empat hal yang
diminta dilindungi dalam doa di atas:
1- Sifat al-kasal,
yaitu tidak ada atau kurangnya dorongan (motivasi) untuk melakukan kebaikan
padahal dalam keadaan mampu untuk melakukannya. Inilah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Bedanya dengan kasal dan ‘ajz, ‘ajz itu tidak ada kemampuan
sama sekali, sedangkan kasal itu masih ada kemampuan namun tidak ada dorongan
untuk melakukan kebaikan.
2- Sifat al-jubn,
artinya berlindung dari rasa takut (lawan dari berani), yaitu berlindung dari
sifat takut untuk berperang atau tidak berani untuk beramar ma’ruf nahi
mungkar. Juga do’a ini bisa berarti meminta perlindungan dari hati yang lemah.
3- Sifat al-harom,
artinya berlindung dari kembali pada kejelekan umur (di masa tua). Ada apa
dengan masa tua? Karena pada masa tua, pikiran sudah mulai kacau, kecerdasan
dan pemahaman semakin berkurang, dan tidak mampu melakukan banyak ketaatan.
4- Sifat al-bukhl,
artinya berlindung dari sifat pelit (kikir). Yaitu do’a ini berisi permintaan
agar seseorang bisa menunaikan hak pada harta dengan benar, sehingga
memotivasinya untuk rajin berinfak (yang wajib atau yang sunnah), bersikap
dermawan dan berakhlak mulia. Juga do’a ini memaksudkan agar seseorang tidak
tamak dengan harta yang tidak ada padanya. (Lihat Syarh Shahih Muslim,
17: 28-30)
Allah adalah Hakim Seadil-Adilnya
Di akhir ayat,
Allah sebut,
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ
بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
“Maka apakah yang menyebabkan
kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tiin: 1-8)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Apa yang menyebabkan
manusia sampai mengingkari hari pembalasan terhadap amalan. Padahal telah
banyak bukti dari berbagai ayat Allah dengan bukti yang yakin. Juga sudah ada
bukti dengan berbagai nikmat yang telah Allah beri yang kita jangan sampai
mengingkarinya.
Bukankah Allah
adalah Hakim yang seadil-adilnya? Maksudnya, Allah tidak akan membiarkan
manusia begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Tak mungkin pula Allah
membiarkan mereka tanpa diberi pahala dan tanpa diberi hukuman.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 976)
Faedah Surat At-Tiin
Terakhir, faedah
penting yang bisa kita ambil:
1. Keutamaan
Nabi Ulul ‘Azmi yang disebut dalam surat ini yaitu Nabi ‘Isa, Nabi Musa, dan
Nabi Muhammad ‘alaihimush sholaatu was salaam.
2. Buah
tiin dan zaitun punya banyak manfaat, dianjurkan untuk menanamnya.
3. Kota
Makkah adalah kota yang mulia dan penuh rasa aman.
4. Allah
memuliakan manusia dengan menciptakannya dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
5. Allah
memuliakan seorang muslim, ketika ia dipanjangkan umurnya, ketika ia berada di
usia senja, tetap amalannya dicatat seperti ia muda. Allah terus memberikannya
kebaikan dan menjauhkan darinya kejelekan.
Hanya
Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Aysar
At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyil Kabir.
Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit
Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim.
Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir
As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Tafsir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Cetakan pertama, tahun 1432 H. Iyad bin ‘Abdul Lathif bin Ibrahim Al-Qaisi.
Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar