Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita
ialah harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.
(لا تستبطئوا الرزق ،
فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك
الحرام (رواه ابن ماجة وعبد الرزاق والحاكم، وصححه الألباني
“Janganlah kamu merasa, bahwa rezekimu
terlambat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati,
hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya,
maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil
yang halal dan meninggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah,
Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, serta dishahihkan oleh al-Albani).
Di antara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai
bentuk praktik riba,
يَمْحَقُ
اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah.” (Qs. al-Baqarah: 276).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Allah Ta’ala mengabarkan, bahwa Ia akan
memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari
tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya
tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta
ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam
kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta
tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/328).
Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut,
(إن الربا وإن كثُرَ،
عاقبتُه تصير إلى قَلَّ (رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر
والألباني
“Sesungguhnya, (harta) riba walaupun
banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” (HR. Imam
Ahmad, ath-Thabrany, al- Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan al-Albany).
Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan
praktik-praktik riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti tentang kebenaran ayat
dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah,
hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang
merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Di antara perbuatan dosa yang menghapuskan keberkahan dari
penghasilan kita ialah sumpah palsu. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
(الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ
لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ (متفق عليه
“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan
menjadi laris dan menghapuskan keberkahan.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Di antara metode mencari rezeki yang diharamkan dan tidak diberkahi
ialah metode meminta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut,
عن
حكيم بن حزام رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم فأعطاني، ثم
سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن
أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل
ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي
بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا.متفق عليه
Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan,
“Pada suatu saat, aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta
kepadanya dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya
dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Hakim,
sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang
mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya),
maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya
dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi
untuknya dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa
kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di
bawah.’ Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata, ‘Kemudian aku berkata,
‘Wahai Rasulullah, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran,
aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal
dunia.‘” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan
bersabda,
(ما يَزَالُ الرَّجُلُ
يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
(متفق عليه
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta
kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan
tidak sekerat dagingpun melekat di wajahnya.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
0 komentar:
Posting Komentar