“Berkah” atau “al-barakah” bila
kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab atau melalui
dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan, bahwa
“al barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang
sangat luas dan agung.
Secara ilmu bahasa, “al-barakah” berarti
“Berkembang, bertambah dan kebahagiaan.” (Al-Misbah al-Munir oleh
al-Faiyyumy 1/45, al-Qamus al-Muhith oleh
al-Fairuz Abadi 2/1236, dan Lisanul Arab oleh
Ibnu Manzhur 10/395).
Imam an-Nawawi berkata, “Asal makna keberkahan ialah kebaikan
yang banyak dan abadi.” (Syarah Shahih Muslim oleh
an-Nawawi, 1/225).
Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah, maka “al-barakah” memiliki makna dan
perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “al-barakah” dalam
ilmu bahasa.
Walau demikian, kebaikan dan perkembangan tersebut tidak boleh
hanya dipahami dalam wujud yang riil, yaitu jumlah harta yang senantiasa
bertambah dan berlipat ganda. Kebaikan dan perkembangan harta, dapat saja
terwujud dengan berlipat gandannya kegunaan harta tersebut, walaupun jumlahnya
tidak bertambah banyak atau tidak berlipat ganda.
Misalnya, mungkin saja seseorang yang hanya memiliki sedikit
dari harta benda, akan tetapi karena harta itu penuh dengan keberkahan, maka ia
terhindar dari berbagai mara bahaya, penyakit, dan tenteram hidupnya. Dan
sebaliknya, bisa saja seseorang yang hartanya melimpah ruah, akan tetapi karena
tidak diberkahi Allah, hartanya tersebut menjadi sumber bencana, penyakit, dan
bahkan mungkin ia tidak dapat memanfaat harta tersebut.
Salah seorang sahabat saya bercerita, bahwa ada seorang tukang
becak yang sehari-harinya hidup pas-pasan. Akan tetapi, karena ia sering
mengantarkan sebagian penumpangnya ke Hous Donut, ia menjadi berangan-angan:
andai aku bisa memiliki kesempatan menikmati donat buatan toko ini.
Subhanallah, setelah tukang becak ini merintis usaha baru dengan
bermodalkan piutang dari salah satu bank konvensional, yang tentunya dengan
memungut bunga, maka usahanyapun mulai maju, dan taraf kehidupannyapun mulai
berubah. Dan tidak selang berapa lama, ia menjadi salah seorang yang kaya raya.
Akan tetapi suatu hal terjadi di luar perhitungannya, bersama
usahanya yang mulai maju, beberapa penyakitpun mulai menghinggapinya. Dimulai
dari kencing manis dan penyakit-penyakit lainnya, akibatnya impiannya untuk
dapat menikmati donat buatan Hous Donut tidak juga kunjung dapat ia wujudkan.
Bila dahulu semasa ia menjadi tukang becak, ia tidak mampu membelinya, maka
sekarang karena ia takut akan akibat dari makan donat.
Bila dahulu ia sering hanya mengenakan kaos butut dan celana
kolor, maka sekarang setelah kaya raya, iapun tidak lebih dari itu. Yang
demikian itu, dikarenakan ia lebih sering untuk berada dalam rumah, dan bahkan
tidak jarang ia harus setia menemani tempat tidurnya, sambil menahan rasa sakit
yang ia derita.
Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan
dalam al-Quran, dan as-Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama
merenungkan beberapa dalil berikut:
Dalil Pertama
(وَنَزَّلْنَا مِنَ
السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ
وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ (ق: 9-11
“Dan Kami turunkan dari langit air yang
diberkahi (banyak membawa kemanfaatan), lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang
tingi-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki
bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati
(kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan.” (Qs. Qaaf: 9-11).
Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit,
tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman
indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negeri yang
dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah, menjadi negeri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa)
atau
(بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ
وَرَبٌّ غَفُورٌ (سبأ: 15
“(Negerimu adalah) negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Qs. Saba’: 15).
Demikianlah Allah Ta’ala menyimpulkan
kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal
shaleh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan,
bahwa dahulu wanita kaum Saba’ tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun
mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas
kepalanya, lalu melintas dikebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan
berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah
memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, bahwa dahulu di negeri
Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu
berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah
yang senantiasa meliputi mereka (Tafsir Ibnu Katsir,
3/531).
Dalil Kedua
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari Kiamat,
beliau bersabda,
يقال
للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها،
ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من
البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi:
tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu,
sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah
delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi,
sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali
peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras,
susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (HR.
Imam Muslim).
Demikianlah ketika rezeki diberkahi Allah, sehingga rezeki yang
sedikit jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu
buah delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor
sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.
Ibnu Qayyim berkata, “Tidaklah kelapangan rezeki dan
amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari
bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi, kelapangan rezeki dan
umur diukur dengan keberkahannya.” (Al-Jawabul Kafi karya
Ibnu Qayyim, 56).
Bila ada yang berkata, “Itukan kelak tatkala Kiamat telah dekat,
sehingga tidak mengherankan, karena saat itu banyak terjadi kejadian yang luar
biasa, sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari
hal-hal tersebut.”
Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa -walau
tidak sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum
zaman kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Sungguh, dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding
yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala
itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya,
bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung
gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung
luarnya: ‘Ini adalah gandum hasil panen masa keadilan ditegakkan.'” (Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, 4 / 363 dan MusnadImam Ahmad bin Hambal, 2/296).
Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas,
kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita
dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa
orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima
hanya mencukupi satu orang.
Dalil Ketiga
عن
عُرْوَةَ بن أبي الجعد البارقي رضي الله عنه أَنَّ النبي صلّى الله عليه وسلّم
أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي له بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى له بِهِ شَاتَيْنِ
فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا له
بِالْبَرَكَةِ في بَيْعِهِ. وكان لو اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فيه. رواه
البخاري
“Dari sahabat Urwah bin Abil Ja’id al Bariqy
radhillahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka
sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah
satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang
satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan
keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia
akan mendapatkan keuntungan padanya.” (HR. al-Bukhary).
Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada
usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam al-Quran dan
al-Hadits.
Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan
keberkahan yang disebutkan dalam al-Quran atau hadits, hanya karena tidak ingin
terlalu bertele-tele, saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh,
sedangkan sebagian lainnya akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, M.A
Artikel www.PengusahaMuslim.com
Artikel www.PengusahaMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar