Tanya:
Aslmalaikum
Pak ustadt mungkin sdh baca berita terkait polwan berjilbab.
Saat ini polri telah menurunkan keputusan, polwan dilarang berjilbab. Jika
tetap nekat berjilbab, diminta mengundurkan diri.
Sebagai polwan yg ingin berjilbab, apa yg harus dia lakukan?
Sementara itu satu-satunya mata pencahariannya.
Hamba Allah
(ra***ng****@gmail.com)
Jawab:
Wa alaikumus salam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma
ba’du,
Dari Ka’ab bin Iyadh radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي المَالُ
“Setiap umat memiliki ujian. Dan ujian terbesar bagi umatku
adalah harta.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan al-Albani).
Memahami hadis ini, mungkin akan membuat kita teringat kondisi
tragis yang dialami sebagian kaum muslimin, terutama mereka yang menghadapi
dilema antara dunia ataukah aturan agama. Bagi orang yang mudah ‘merasa
terpaksa’, dia akan melegalkan segala cara, yang penting dapat dunia. Yang
penting saya kenyang, bisa tidur nyenyak, urusan dosa, nanti taubatnya. Ya
mudah-mudahan, Tuhan mengampuni. Inikan terpaksa. Seperti itulah kira-kira
gambaran mereka yang tidak sabar dengan kerasnya ujian harta. Terlalu mudah
menganggap semua keadaan dengan hukum ‘terpaksa’. Tak terkecuali mereka yang
tega menjual harga dirinya, demi karier dan profesi.
Jilbab Adalah Kehormatan
Wanita
Allah mewajibkan wanita berjilbab, tujuan terbesarnya adalah
untuk menjunjung tinggi kedudukan dan martabat wanita.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu, dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)
Allah Dzat yang paling tahu karakter manusia. Allah tahu
bagaimana kecenderungan lelaki fasik terhadap wanita. Mereka begitu bersemangat
untuk mengganggu wanita yang mereka nilai kurang terhormat. Namun semangat itu
akan hilang, ketika wanita yang ada di hadapan mereka mengenakan jilbab dan
menjaga kehormatan. Dan itu wujud dari kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Karena itulah, Allah akhiri ayat ini dengan menyebutkan dua nama-Nya yang
mulia: “Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (simak Tafsir
As-Sa’di, hlm. 671).
Wanita Dinafkahi, bukan
Mencari Nafkah
Setiap makhluk yang Allah ciptakan di alam raya ini memiliki
kodrat tersendiri. Kodrat yang ada pada diri makhluk menjadi jati dirinya dalam
menelusuri kehidupan. Itulah keadaan paling ideal yang ada pada diri setiap
makhluk dalam meniti jalan hidupnya. Sebut saja kodrat itu ibarat SOP (stadard
operating procedure) bagi setiap makhluk yang ingin meniti kehidupan yang
nyaman di dunia.
Kodrat atau istilah lainnya ‘fitrah’, berbeda-beda antara satu
jenis manusia dengan jenis manusia lainnya. Fitrah lelaki jelas berbeda dengan
fitrah wanita. Karena itu, masing-masing mengemban tugas yang berbeda. Hal ini
telah Allah tegaskan dalam Al-Quran, melalui firman-Nya,
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
“Laki-laki tidaklah sama dengan wanita ….” (Q.S. Ali Imran:36)
Bagi Anda yang ingin hidup normal, jangan coba-coba melawan
fitrah Anda. Dijamin, Anda akan mengalami kegelisahan dan perasaan tidak nyaman
lainnya. Bagi Anda yang ditakdirkan menjadi seorang wanita, jalanilah kehidupan
yang feminin, dan jangan sampai punya keinginan untuk mengubah diri, dengan
berupaya menyerupai lelaki. Karena tidak ada pilihan lain bagi anda, selain
menjadi wanita. Demikian juga sebaliknya, Anda yang ditakdirkan menjadi
laki-laki, tunjukkan gaya hidup maskulin, dan Anda tidak memiliki pilihan lain
selain menjadi laki-laki.
Salah satu diantara bagian gaya hidup lelaki yang Allah tetapkan
dalam Al-Quran adalah memberi nafkah dan kecukupan bagi keluarga, dan bukan
wanita. dan karenanya, Allah tetapkan lelaki menjadi pemimpin dalam
keluarganya.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. (QS. An-Nisa: 34)
Allah tegaskan dalam ayat di atas, seorang suami bisa menjadi
pemimpin bagi keluarganya karena dua hal: (1) karena kelebihan yang dia miliki,
dan (2) karena nafkah yang dia berikan kepada istrinya. Dan benarlah apa yang
Allah firmankan, banyak lelaki menjadi sangat tidak berwibawa di mata istrinya,
karena dia tidak bisa memberi nafkah keluarga atau karena sang istri lebih
mendominasi pemasukan bagi keluarga.
Dalam kondisi itu, akan sulit bagi pasangat suami istri ini
untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang normal. Karena, sekali lagi,
melawan kodrat dan fitrah manusia, akan mengancam kesejahteraan hidupnya.
Menjemput Rizki, tanpa
Melanggar Larangan Syariat
Sesungguhnya rizki 100% datang dari Allah. Inilah konsep yang
selayaknya kita tanamkan dalam diri kita, sebagaimana yang Allah tegaskan dalam
Al-Quran,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Tidak ada satupun makhluk yang hidup di muka bumi ini, kecuali
rezekinya ditanggung Allah…” (QS. Hud: 6).
Di ayat yang lain, Allah juga mengingatkan,
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Janganlah kalian membunuh anak kalian karena kondisi miskin.
Aku yang akan memberi rizki kalian dan memberi rizki mereka (anak kalian)..” (QS. Al-An’am: 151).
Kita camkan dalam lubuk hati kita, rezeki itu datang dari Allah,
sementara kerja yang kita lakukan, sejatinya hanyalah sebab untuk menjemput
rezeki itu. Dan tentu saja, yang namanya sebab untuk mendapatkan rezeki itu,
tidak hanya satu, namun beraneka ragam.
Kaitannya dengan hal ini, perlu kita sadari, tidak mungkin Allah
simpan sebagian rezeki salah seorang hamba-Nya, sementara dia hanya bisa
memperolehnya dengan cara melanggar larangannya. Karena jika demikian, berarti
Allah telah mendzalimi hamba-Nya.
Dengan demikian, rezeki Allah pasti bisa diperoleh dengan cara
yang halal, tanpa harus menerjang aturan syariat. Sejuta jalan halal yang bisa
ditempuh untuk menjemput rizki.
Allahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar