Siapapun yang diakui sebagai pemimpin oleh masyarakat, maka dia wajib dibaiat oleh semua masyarakat yang tinggal di wilayah kekuasannya.
Islam sangat antuasias untuk mewujudkan persatuan umatnya. Sementara persatuan tidak mungkin terwujud, kecuali jika di sana ada satu imam yang memimpin semuanya. Karena itulah, ketika di tengah kaum muslimin ada pemimpin dan pemerintah yang sah, maka kaum muslimin diwajibkan membaiatnya.
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada ikatan bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Muslim 4899).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya mati dalam kondisi jahiliyah karena manusia yang hidup di zaman jahiliyah, mereka tidak punya pemimpin satu negara. Adanya pemimpin kabilah-kabilah kecil. Sehingga peluang terjadinya peperangan antar-suku sangat besar.
An-Nawawi mengatakan,
(ميتة جاهلية) أي على صفة موتهم من حيث هم فوضى لا إمام لهم
“Mati dalam keadaan jahiliyah artinya mati seperti orang jahiliyah, dimana mereka suka perang, kacau, tidak punya pemimpin tunggal.” (Syarh Shahih Muslim, 12/238).
Dalil bahwa pemimpin yang telah dibaiat wajib ditaati, adalah hadis dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى ، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ . قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ ، أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ ، فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
Dulu Bani Israil selalu dipimpin oleh nabi mereka. Jika ada satu nabi yang meninggal, akan digantikan nabi berikutnya. Sementara tidak ada nabi setelahku. Dan akan ada khalifah-khalifah dan mereka banyak.
Para sahabat bertanya, “Apa yang anda perintahkan untuk kami?”
“Penuhi orang yang dibaiat pertama. Lalu tunaikan hak mereka. Karena Allah yang akan meminta pertanggung jawaban kepada mereka, terhadap kekuasaan yang mereka pegang.”(HR. Bukhari 3455)
Pemerintah Tidak Boleh Berbuat Maksiat?
Tidak ada manusia yang maksum setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapapun dia, pasti pernah berbuat maksiat. Jika syarat untuk menjadi presiden adalah orangnya tidak boleh bertindak maksiat, maka tidak ada yang berhak jadi presiden di Indonesia maupun negara lainnya.
Jika orang berharap bahwa pemimpin negara adalah manusia yang bersih dari semua kesalahan, berarti dia berangan-angan, negara harus dipimpin seorang nabi. Dan itu mustahil.
Keyakinan bahwa pemimpin harus bersih dari dosa dan kesalahan adalah doktrin syiah rafidhah. Bagi mereka, imam harus makshum. Karena itu, mereka membatasi imam mereka hanya ada pada 12 orang yang semuanya diyakini makshum.
Syaikhul Islam mengatakan,
فقد أجمع جميع سلف المسلمين وأئمة الدين من جميع الطوائف أنه ليس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم أحد معصوم ولا محفوظ لا من الذنوب ولا من الخطايا
Para generasi pendahulu kaum muslimin (sahabat) dan para ulama dari semua kalangan telah sepakat bahwa tidak ada seorangpun setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang makshum, terjaga, baik dari dosa besar maupun dosa kecil. (Jami’ ar-Rasail, 1/266).
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar