Pernahkan
Anda mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut
ini?
يَأْتِي عَلى النَّاسِ زَمَانٌ اَلصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan
datang pada manusia suatu zaman,saat orang yang bersabar di antara mereka di
atas agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.”
Hadits
di atas tersampaikan kepada kita lewat sahabat yang mulia Anas bin Malik
al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Hadits ini
dikeluarkan oleh al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunannya (no. 2260). Namun, dalam sanadnya ada Umar
ibnu Syakir (perawi yang meriwayatkan dari Anas bin Malik), seorang rawi
yang dhaif/lemah sebagaimana disebutkan dalam at-Taqrib.
Kata
al-Imam at-Tirmidzi, “Hadits ini gharib dari sisi ini….”
Namun, alhamdulillah, hadits ini memiliki syawahid yang menguatkannya sehingga kedudukannya
menjadi sahih sebagaimana dijelaskan dalam ash-Shahihah (no.
957)[1].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa di
suatu masa, orang yang bersabar menjaga agamanya dengan meninggalkan dunia
seperti sabarnya orang yang menggenggam bara api dalam hal kesulitan dan puncak
ujian. Demikian diterangkan dalam Tuhfah al-Ahwadzi (2/1822).
Ath-Thibi
berkata, “Maknanya adalah sebagaimana tidak sanggupnya orang yang menggenggam
bara api untuk bersabar karena bara api tersebut akan membakar tangannya,
demikian pula orang yang beragama pada waktu tersebut. Dia tidak mampu kokoh di
atas agamanya karena dominannya orang-orang yang bermaksiat dan kemaksiatan,
tersebarnya kefasikan, dan kelemahan iman.”
Al-Qari
berkata, “Yang tampak, makna hadits ini adalah sebagaimana tidak mungkinnya
orang yang menggenggam bara api kecuali harus bersabar dengan sangat dan siap
beroleh kesulitan, demikian pula di zaman tersebut. Tidaklah tergambar orang
yang menjaga agamanya dan cahaya imannya kecuali dengan kesabaran yang besar.”
(Tuhfah al-Ahwadzi, 2/1822)
Mungkinkah
zaman yang dimaksud adalah zaman kita sekarang?
Sebab,
betapa susahnya berpegang dengan agama yang haq dan menetapi sunnah
al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam di
zaman kita ini! Betapa beratnya bersabar dalam keterasingan memegang al-haq di
tengah manusia yang menyelisihi!
Apapun
dan bagaimana pun keadaan di zaman kita ini, yang jelas hadits di atas
terkandung di dalamnya berita dan bimbingan.
Berita
yang terkandung ialah sebagai berikut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa di
akhir zaman yang namanya kebaikan dan sebab kebaikan itu sedikit. Sebaliknya,
kejelekan dan sebabnya banyak. Ketika itu, orang-orang yang berpegang dengan
agama Islam yang haq sangat sedikit, dalam keadaan mereka harus menanggung
keadaan yang payah dan kesulitan yang besar, seperti orang yang menggenggam
bara api, karena kuatnya orang-orang yang berpaling atau menentang mereka,
banyaknya fitnah yang menyesatkan, baik fitnah syubhat, keraguan dan
penyimpangan, maupun fitnah syahwat. Manusia mencari dunia. Manusia menceburkan
diri ke dalamnya, tenggelam jauh ke dasar jurangnya, baik zahir maupun batin,
sementara iman demikian lemah.
Orang-orang
yang berpegang dengan agama ketika itu demikian terasing, sendiri di tengah
kebanyakan manusia, atau sedikit di kumpulan manusia yang banyak, sedikit yang
mau menolong dan membantu mereka.
Akan
tetapi, orang yang tetap teguh berpegang dengan agama di masa tersebut, yang
tetap berdiri kokoh menolak setiap yang menentang dan menghalau segala
rintangan, mereka itu tidak lain adalah orang yang memiliki bashirah, ilmu, dan keyakinan, orang yang beriman
dengan kokoh, orang yang paling utama, paling tinggi derajatnya di sisi
Allah subhanahu wa ta’ala dan paling agung kadarnya.
Tidak ada yang bisa kokoh di atas agama dalam keadaan demikian kecuali mereka
yang disebutkan ini.
Adapun
bimbingan yang termuat, berikut ini penjelasannya.
Hadits
ini merupakan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
umat beliau agar mempersiapkan diri menghadapi keadaan yang demikian dahsyat.
Mereka harus tahu bahwa masa itu pasti akan terjadi. Siapa yang menghadapi
segala aral melintang di masa tersebut, tetap sabar di atas agama dan imannya
walau demikian dahsyat keadaannya, dia akan beroleh derajat yang tinggi di sisi
Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala akan menolongnya kepada apa
yang dicintai dan diridhai-Nya. Sebab, pertolongan itu sesuai dengan kadar
kesabaran menghadapi kesulitan.
Demikian
yang diterangkan oleh al-Allamah Abdurrahman Ibnu Nashir Sa’di rahimahullah tentang hadits di atas (Bahjah Qulub al-Abrar hlm.
234).
Beliau
berkata tentang keadaan di zaman beliau[2],
“Alangkah miripnya keadaan yang disebutkan (dalam hadits) dengan zaman kita
ini. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tidak ada yang tersisa dari Islam kecuali namanya, tidak pula al-Qur’an kecuali
simbolnya, iman yang lemah, hati yang bercerai-berai, permusuhan dan kebencian
di antara kaum muslimin, serta musuh yang lahir dan batin. “
“Para
musuh melakukan makar rahasia dan terang-terangan untuk menghancurkan agama
Islam. Adanya penyimpangan dan pandangan materialisme, propaganda, dan seruan
menuju kerusakan akhlak, kemudian manusia menghadapkan diri kepada perhiasan
dunia.“
“Dunia
telah menjadi puncak ilmu mereka, cita-cita mereka yang terbesar. Mereka ridha
dan marah karena dunia. Seruan untuk zuhud/tidak butuh kepada akhirat, sikap
totalitas untuk memakmurkan dunia, menghancurkan agama, menghina dan
mengolokolok orang yang berpegang dengan agamanya,… dst.”
Ucapan
al-Allamah as-Sa’di rahimahullah di
atas menggambarkan kerusakan di zaman beliau. Kalau semua itu sudah terjadi di
zaman beliau, lantas bagaimana halnya dengan zaman kita sekarang? Sungguh kita
dapati kebenaran hadits di atas! Ya Allah, selamatkan kami!
Akan
tetapi, bagaimana pun “kengerian zaman”, seorang mukmin tidak boleh putus asa
dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Dia tidak
patah arang mengharapkan pertolongan-Nya. Pandangan seorang mukmin tidak hanya
dibatasinya pada sebab-sebab yang zahir.
Akan
tetapi, kalbunya di sepanjang waktu senantiasa bergantung kepada Zat yang
menciptakan sebab, Zat Yang Maha Pemurah lagi Pemberi anugerah. Dengan
demikian, dia dapati kelapangan dan jalan keluar ada di hadapan kedua matanya.
Janji Rabb yang tidak pernah mengingkari janji diingatnya, bahwa Dia subhanahu wa ta’ala akan menjadikan setelah
kesulitan ada kemudahan, kelapangan ada bersama kesulitan, serta lepas dari
marabahaya ada bersama dahsyatnya marabahaya.
Ketika
menghadapi kesulitan dan masa yang genting, tetap kokoh di atas agamanya,
seorang mukmin berucap,
لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ باِللهِ
“Tiada
daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.”
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah
bagi kami Allah dan Dialah sebaik-baik Zat yang diserahkan urusan.”
عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا
“Hanya
kepada Allah kami bertawakal.”
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، وَإِلَيْكَ الْمُشْتَكَى، وَأَنْتَ الْمُسْتَعَانُ، وَبِكَ الْمُسَتَغَاثُ، وَلَا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ
“Ya
Allah, hanya untuk-Mu lah segala pujian dan hanya kepada-Mu kami mengadu.
Engkau-lah Zat yang dimintai pertolongan. Hanya Engkau-lah tempat kami meminta
bantuan dari kesulitan. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah
Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.”
Seorang
mukmin akan tegar dengan keimanannya. Ia berusaha sekuat kemampuan untuk
memberikan nasihat dan mengajak manusia kepada kebaikan. Dia merasa cukup
dengan yang sedikit, apabila tidak mungkin mendapatkan yang banyak. Dia merasa
bersyukur dengan hilangnya sebagian kejelekan dan berkurangnya sedikit
kejelekan, apabila dia tidak mampu melakukan lebih dari itu. Bukankah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢
“Siapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan
keluar.” (ath-Thalaq: 2)
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ
“Siapa
yang bertawakkal kepada Allah, Allah akan mencukupinya.” (ath-Thalaq:
3)
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا ٤
“Siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan kemudahan untuknya
dalam urusannya.” (ath-Thalaq: 4) (Bahjah Qulub al-Abrar,
hlm. 235)
Kesimpulannya,
kita harus sadar sepenuhnya bahwa berpegang dengan al-haq itu tidak mudah.
Karena tidak mudah, pemegang al-haq yang tetap kokoh itu sedikit dari masa ke
masa, apalagi di akhir zaman. Ya Allah, selamatkan kami! Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita termasuk
golongan itu. Allahumma amin.
Wallahu
a’lam bish-shawab.
Ditulis
oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah
[1] Kata al-Imam al-Albani rahimahullah,
“Hadits ini dengan syawahidnya shahih tsabit/pasti/kokoh, karena tidak ada satu pun
dari jalur-jalur haditsnya seorang rawi yang muttaham (tertuduh
berdusta), lebih-lebih lagi sebagian jalurnya dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi
dan selainnya. Wallahu a’lam.” (ash-Shahihah, 2/647)
[2] Al-Allamah Abdurrahman ibnu Nashir Sa’di rahimahullah wafat sebelum fajar hari Kamis, 22
Jumadal Akhirah, 1376 H.
Asysyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar