Bismillah
was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada satu hadis yang
banyak tersebar di masyarakat, bahwa siapapun yang hidup di akhir zaman tidak
akan bisa lepas dari riba. Minimal mereka akan terkena debunya riba.
Kita simak hadisnya.
Dari Hasan al-Bashri, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ لاَ يَبْقَى أَحَدٌ إِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا فَإِنْ لَمْ يَأْكُلْهُ
أَصَابَهُ مِنْ بُخَارِهِ. قَالَ ابْنُ عِيسَى: أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
Sungguh
akan datang satu zaman di tengah umat manusia, tidak ada satupun orang kecuali
dia akan makan riba. Jika dia memakannya, dia akan terkena asapnya.
Ibnu Isa mengatakan, “Dia akan terkena debunya.”
Status
hadis:
Hadis ini
diriwayatkan Abu Daud no. 3333 dari Said bin Abi Khairah, dari Hasan al-Bashri,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ulama berbeda pendapat, apakah Hasan
al-Bashri pernah mendengar Abu Hurairah ataukah tidak. Al-Hakim mengatakan,
وقد اختلف أئمتنا في سماع الحسن من
أبي هريرة، فإن صح سماعه منه فهذا حديث صحيح
Para guru kami
berbeda pendapat mengenai status Hasan, apakah pernah mendengar dari Abu
Hurairah? Jika shahih beliau pernah mendengar dari Abu Hurairah, maka hadis ini
shahih. (Nasbu ar-Rayah, 2/476).
Penulis kitab Aunul
Ma’bud Syarh Abu Daud, menilai, hadisnya munqathi’ (terputus sanadnya). Karena
Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Aunul Ma’bud, 9/129).
Jika kita mengambil
kesimpulan, bahwa Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
berarti hadis ini sanadnya terputus. Sehingga termasuk kategori hadis dhaif.
Meskipun kita
menghargai penilaian sebagian ulama yang menshahihkan hadis ini, seperti
ad-Dzahabi dan as-Suyuthi.
Selanjutnya, apa
makna hadis ini jika statusnya shahih?
Ali al-Qori
mengatakan
والمعنى أنه لو فرض أن أحدا سلم من
حقيقته لم يسلم من آثاره وإن قلت جدا
Makna hadis, andai
ada orang yang selamat dari makan riba yang hakiki, dia tidak akan bisa selamat
dari pengaruh riba, meskipun sedikit sekali. (Dinukil dari Aunul Ma’bud, Syarh
Abi Daud, 9/129).
Bukan Alasan untuk Membenarkan Riba
Sebagian orang yang
masih memihak riba, mereka menjadikan hadis ini sebagai salah satu dalil
pendukungnya. Mereka beralasan,
“jika semua orang
tidak bisa lepas dari riba, tidak perlu dipaksakan untuk menghindari riba. hari
gini mau menghindari riba, mustahil. jadi gak masalah kalaupun makan riba. yang
penting gak berlipat-lipat.”
Kita menghargai
pendapat ulama yang menilai hadis ini shahih, namun menggunakan hadis ini
sebagai dalil pembenar riba, jelas tidak bisa diterima. Ada beberapa alasan
untuk itu,
Pertama, hadis ini sifatnya menceritakan
realita di masa mendatang, dan bukan menjelaskan tentang hukum. Sebagaimana
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga
sering menyebutkan beberapa realita mengenai penyimpangan yang akan terjadi di
tengah umatnya.
Beliau menceritakan,
umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan,
وَتَفَرَّقُ أُمَّتِي عَلَى
ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً
Umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan, semua di neraka kecuali satu golongan.. (HR. Ahmad 8396, Turmudzi 2853
dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Beliau juga
menceritakan, umatnya akan banyak melakukan maksiat. Beliau bersabda,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى
أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
Akan
ada banyak orang di kalangan umatku yang menghalalkan farji (zina), sutra,
khamr, dan alat musik. (HR. Bukhari 5590)
Beliau pernah
menceritakan, semakin jauh zaman, umatnya semakin buruk,
إِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ
زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ
Tidaklah datang satu
zaman, kecuali zaman setelahnya lebih buruk dari pada zaman sebelumnya. (HR.
Bukhari 7068).
Tentu saja,
hadis-hadis ini tidak boleh menjadi alasan untuk membenarkan semua penyimpangan
di atas. Beliau hanya menjelaskan realita di masa mendatang, yang itu bagian
dari sunatullah. Karena manusia semakin jauh dari zaman nubuwah, semakin jauh
dari ajaran sunah.
Kedua, kita diperintahkan oleh Allah
untuk bertaqwa kepada-Nya semampu kita.
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا
اسْتَطَعْتُمْ
Bertaqwalah
kepada Allah semampu kalian.
(QS. at-Taghabun: 16).
Riba sudah ada sejak
masa jahiliyah, dan semakin semarak di masa depan. Tapi ini tidak boleh jadi
alasan bagi kita untuk ikut tenggelam. Mereka berkewajiban untuk menghindarinya
semampunya, bukan justru mendekatinya atau bahkan menjadi sumber riba bagi
lainnya, seperti karyawan bank riba.
Melakukan
penyimpangan, sementara memungkinkan baginya untuk menghindarinya, tentu saja
dia berdosa.
Allahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar