Apa hukum bagi orang yang tidak
daftar haji padahal dia mampu.
Matur Nuwun
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala rasulillah, amma ba’du,
Orang yang mampu berangkat haji
dan dia sengaja tidak berangkat haji, atau memiliki keinginan untuk tidak berhaji
maka dia melakukan dosa besar. Allah berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan
ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran: 97)
Ketika menjelaskan tafsir ayat
ini, Ibnu Katsir membawakan keterangan dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: مَنْ
أَطَاقَ الْحَجَّ فَلَمْ يَحُجَّ، فَسَوَاءٌ عَلَيْهِ يَهُودِيًّا مَاتَ أَوْ
نَصْرَانِيًّا، وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ إِلَى عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Bahwa Umar bin Khatab
radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Siapa yang mampu haji dan dia tidak berangkat
haji, sama saja, dia mau mati yahudi atau mati nasrani.’
Komentar Ibnu Katsir, ‘Riwayat
ini sanadnya shahih sampai ke Umar radhiyallahu ‘anhu.’
Kemudian diriwayatkan oleh Said
bin Manshur dalam sunannya, dari Hasan al-Bashri, bahwa Umar bin Khatab
mengatakan,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنَّ أَبْعَثَ رِجَالًا إِلَى هَذِهِ الْأَمْصَارِ
فَيَنْظُرُوا كُلَّ مَنْ كَانَ لَهُ جَدَّةٌ فَلَمْ يَحُجَّ، فَيَضْرِبُوا
عَلَيْهِمُ الْجِزْيَةَ مَا هُمْ بمسلمين، ما هم بمسلمين
Saya bertekad untuk mengutus
beberapa orang ke berbagai penjuru negeri ini, untuk memeriksa siapa diantara
mereka yang memiliki harta, namun dia tidak berhaji, kemudian mereka diwajibkan
membayar fidyah. Mereka bukan bagian dari kaum muslimin.. mereka bukan
bagian dari kaum muslimin. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/85)
Belum Berhaji Hingga Mati
Orang yang mampu secara finansial
sementara tidak berhaji hingga mati, maka dia dihajikan orang lain, dengan
biaya yang diambilkan dari warisannya. Meskipun selama hidup, dia tidak pernah
berwasiat.
Al-Buhuti mengatakan,
وإن مات من لزماه أي الحج والعمرة أخرج من تركته من رأس المال ـ أوصى
به أو لا ـ ويحج النائب من حيث وجبا على الميت، لأن القضاء يكون بصفة الأداء
Apabila ada orang yang wajib haji
atau umrah meninggal dunia, maka diambil harta warisannya (untuk badal haji),
baik dia berwasiat maupun tidak berwasiat. Sang badal melakukan haji dan umrah
sesuai keadaan orang yang meninggal. Karena pelaksanaan qadha itu sama dengan
pelaksanaan ibadah pada waktunya (al-Ada’). (ar-Raudh al-Murbi’, 1/249)
Keterangan:
Yang dimaksud ’Sang badal melakukan haji dan umrah sesuai
keadaan orang yang meninggal’
bahwa sang badal melaksanakan
haji atau umrah sesuai miqat si mayit. Jika mayit miqatnya dari Yalamlam, maka
badal juga harus mengambil miqat Yalamlam.
Miqat Boleh Beda
Al-Buhuti mempersyaratkan, miqat
orang yang menjadi badal haji harus sama dengan miqat mayit. Namun beberapa
ulama lainnya berpendapat bahwa miqat tidak harus sama. Dalam Hasyiyah ar-Raudh
dinyatakan,
وقيل: يجزئ من ميقاته، وهو مذهب مالك، والشافعي، ويقع الحج عن
المحجوج عنه
Ada yang mengatakan, badal haji
boleh dari miqatnya sendiri. Ini pendapat Malik dan as-Syafii. Dan hajinya sah
sebagai pengganti bagi orang yang dihajikan. (Hasyiyah ar-Raudh al-Murbi’,
3/519).
Dalam al-Mughni Ibnu Qudamah
menyebutkan pendapat kedua ini,
ويستناب من يحج عنه حيث وجب عليه، إما من بلده أو من الموضع الذي
أيسر فيه، وبهذا قال الحسن وإسحاق
Dia dibadalkan oleh orang berhaji
atas namanya sesuai kondisinya. Baik berangkat dari negerinya (mayit) atau dari
tempat manapun yang mudah baginya. Ini adalah pendapat Hasan al-bashri dan
Ishaq. (al-Mughni, 3/234).
Dan insyaaAllah pendapat kedua
inilah yang lebih mendekati kebenaran. Karena inti yang diinginkan adalah
hajinya, bukan usaha keberangkatan hajinya. Demikian keterangan Imam Ibnu
Utsaimin.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar