kesalahan memahami hakekat tawakal kerap
menjerumuskan orang ke dalam kegagalan dunia–akhirat. Agar tidak termasuk
golongan ini, pahamilah keterkaitan antara kerja
keras dan tawakal yang diperintahkan.
Oleh Ustadz Zainal Abidin, Lc.
Berusahalah. Bekerjalah. Penuhi kebutuhan hidupmu sendiri. Perangi
kemalasan. Jangan tergantung pada orang lain.
Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang hanya
duduk-duduk di rumah atau di masjid, seraya berkata, “Aku tidak mau bekerja
sedikit pun, karena rezekiku akan datang sendiri.” Maka beliau berkata,”Ia
adalah orang yang tidak paham agama.” Selanjutnya Imam Ahmad berkata, “Para
sahabat dulu berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Padahal merekalah
teladan kita.”—Fathul Bari, 11/305-306
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan umatnya agar giat bekerja dan berusaha keras mencari rezeki
guna menjaga kehormatan diri dan masa depan keluarga. Beliau bersabda:
“Berusahalah untuk mencari sesuatu yang bermanfaat bagimu,
mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika sesuatu terjadi
padamu, maka jangan katakan, ‘Seandainya aku melakukan hal ini, pasti
tidak seperti ini. Namun katakanlah, ‘Ini takdir Allah dan apa yang telah
Dia kehendaki pasti Allah lakukan. Karena berandai-andai itu membuka peluang
untuk setan.”
Ibnul Jauzi mengatakan, “Tidaklah ada seorang yang malas
bekerja kecuali berada dalam dua keburukan. Pertama, menelantarkan keluarga dan
meninggalkan kewajiban dengan alasan tawakal, sehingga hidupnya
menjadi batu sandungan orang lain dan keluarganya berada dalam
kesusahan. Kedua, menghinakan keluarganya. Sifat ini hanya dimiliki oleh orang
yang tidak bermartabat—karena orang bermartabat tidak akan rela kehilangan
harga diri hanya karena malas.
Tawakal bukan berarti tidak berusaha. Syaikh Dr. Fadhl Ilahi
mengatakan, “Tawakal bukanlah sama sekali meninggalkan usaha. Dan sungguh
setiap Muslim wajib berusaha dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan materi
hidupnya. Hanya saja dia tidak boleh menyandarkan diri pada usaha, kerja
kerasnya semata. Tetapi ia harus menyakini bahwa segala urusan adalah milik
Allah, dan bahwa rezeki itu hanyalah dari Allah semata.”—Mafatiihur rizq fi dhau’il kitab was sunnah, hal. 40
Imam Abul Qasim Al Qusyairi berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya
tawakal itu letaknya di dalam hati. Sementara usaha yang dilakukan tubuh
tidaklah bertentangan dengan tawakal di dalam hati, setelah seorang hamba itu
menyakini bahwa rezeki datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, hal itu
karena takdir-Nya, dan jika terdapat kemudahan, hal itu karena kemudahan
dari-Nya.”—Mirqatul
Mafatih, 5/157
Mafatih, 5/157
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al Hakim dari Ja’far
bin Amr bin Umayah dari ayahnya ia berkata:
قَالَ رَجُلٌ لِلـنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : أَرْسِلُ نَاقَتِي
وَأَتَوَكَّـلُ. قَالَ: اَعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ .
“Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Bolehkah aku lepaskan untaku lalu aku bertawakal? Nabi bersabda, “Ikatlah kemudian
bertawakal-lah.”—HR Ath Thabrani, Adz Dzahabi, Al Haitsami
Ikhtiar dalam Mencari Nafkah
Beberapa hal dapat ditempuh seorang Muslim untuk mendapatkan,
menjaga dan mengembangkan usaha yang dirintisnya agar memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Di antaranya:
Bertakwa
Imam Ar Raghib Al Ashfahani memberikan definisi takwa sebagai
“menjaga jiwa dari perbuatan berdosa, dengan meninggalkan segala yang
dilarang; dan takwa ini bisa menjadi sempurna, dengan meninggalkan sebagian
yang dihalalkan (karena syubhat, ed.).”—Al Mufradat fi gharibil
Quran, dari kata “وقـي’ hal. 531
Anjuran menjaga ketakwaan berkaitan erat dengan upaya mencari
nafkah. Bekal takwa akan menjadi rambu-rambu bagi seseorang dalam mengais
rezekinya, sehingga dia bisa meenjamin bahwa uangnya adalah halal.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radliallahu ‘anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan ambilah yang baik dalam mencari
rezeki (ambil yang halal dan tinggalkan yang haram). Seimbang dalam berusaha
dan menuntut ilmu.” –HR Hakim
Seorang Muslim yang bertakwa sangat dituntut berlaku seimbang
antara menuntut ilmu dan mencari nafkah. Sebab bila kekuatan ilmu dan kekuatan
harta bisa bersinergi dengan baik, akan lahirlah sebuah kekuatan yang dasyat
dan pengaruh positif bagi proses dakwah dan kebangkitan umat.
Profesional
Adalah kewajiban seorang Muslim bekerja profesional, baik untuk
pekerjaan skala kecil maupun skala besar. Jika sebuah pekerjaan dilakukan
secara profesional, insya Allah akan menghasilkan keuntungan maksimal.
Menjaga waktu
Bagian dari ikhtiar seorang Muslim dalam bekerja adalah bisa
memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk hal yang bermanfaat, terkait urusan
dunia dan akheratnya, sehingga tidak ada waktu untuk hal yang sia-sia.
Amanah
Amanah adalah sifat yang sangat agung. Allah dan rasul-Nya memerintahkan
kepada setiap Muslim untuk menunaikan amanah yang diembannya dan tidak
berkhianat, sekecil apa pun amanah tersebut.
Istiqamah
Seorang Muslim harus istiqamah dalam
menuntut ilmu, beribadah dan berusaha maksimal menjalankan usaha dan meniti
hidupnya.
Perbanyak doa
Doa sangat bermanfaat dalam segala hal. Baik hal itu belum terjadi
atau setelah terjadi. Orang sombong enggan berdoa dan meminta kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
yang artinya, “Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri tidak mau berdoa kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.”—QS
Ghafir [40]: 60
Allah Ta’ala juga
berfirman, yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.“—QS
Al-Baqarah [2]: 186
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ.
“Doa adalah ibadah.”—HR Ibnu Hibban, Abu
Daud, Turmudzi, dan dishahihkan al-Albani
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِيْ إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ
إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صَفْرًا خَائِبَتَيْنِ.
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu, lagi Maha Pemurah. Dia malu jika
seseorang menengadahkan tangannya (meminta) kepada-Nya,
kemudian dia menarik tangannya dalam keadaan hampa tanpa mendapat apa-apa.”—HR
Turmudzi dan dishahihkan al-Albani
Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.***
PULL QUOTE:
1.
Ibnul Jauzi: “Tidaklah ada seorang yang malas bekerja kecuali
berada dalam dua keburukan …”
2.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah Maha Pemalu, lagi Maha Pemurah. Dia malu jika
seseorangmenengadahkan tangannya (meminta) kepada-Nya, kemudian dia menarik
tangannya dalam keadaan hampa.”
Boks: Ikhtiar dalam Mencari Nafkah
Tempuhlah beberapa hal berikut:
·
Bertakwa: takwa menjadi rambu-rambu
bagi seseorang dalam mengais rezekinya, sehingga dia bisa menjamin bahwa
uangnya adalah halal.
·
Profesional: sebuah pekerjaan yang
dilakukan secara profesional, insya Allah akan menghasilkan keuntungan maksimal.
·
Menjaga waktu: manfaatkan waktu semaksimal
mungkin untuk hal yang bermanfaat, sehingga tidak ada waktu untuk hal yang
sia-sia.
·
Amanah: Allah dan rasul-Nya memerintahkan kepada setiap Muslim untuk
menunaikan amanah, sekecil apa pun amanah tersebut.
·
Istiqamah: seorang Muslim harus istiqamah, dalam menuntut ilmu, beribadah dan berusaha
maksimal menjalankan usaha dan meniti hidupnya.
·
Perbanyak doa: doa sangat bermanfaat dalam
segala hal—orang sombong enggan berdoa dan meminta kepada Allah
0 komentar:
Posting Komentar