Surat Al-Kahfi adalah surat dalam Alquran yang bermuatan
kisah-kisah hikmah. Dan itu tampak dari sebagian besar ayat-ayatnya. Setidaknya
ada empat kisah utama dalam surat ini: kisah Ashhabul Kahfi, kisah pemilik dua
kebun, kisah Nabi Musa ‘alaihissalam, dan kisah Dzul Qarnain. Nah..
tulisan kali ini hanya mengajak para pembaca memasuki muatan faidah dari kisah
Pemilik Dua Kebun. Kisah yang Allah cantumkan antara ayat 32 hingga 44 dari
surat Al-Kahfi.
Tidak didapatkan hadits shahih dari Nabi ﷺ yang bercerita kepada kita tentang kisah ini. Maklumat yang
kita miliki hanyalah Alquran saja. Karena itu, akan dijabarkan satu per satu
ayat Alquran sebagai perangkat cerita. Apa yang tak disebutkan Alquran, kami
pun tak akan membicarakannya.
Alquran mengisahkan tentang dua orang lelaki di zaman dulu.
Keduanya bersahabat. Yang satu beriman. Dan temannya ingkar. Alquran tak
menerangkan siapa mereka. Namanya. Di zaman siapa mereka hidup. Dimana tempat
mereka hidup. Semua disamarkan. Jadi, kita tak tahu siapa mereka. dimana mereka
hidup. Dan di zaman apa mereka ada.
Orang yang beriman dalam kisah ini, Allah ﷻ uji dengan kesempitan hidup. Sedikit rezeki, harta, dan barang
yang ia miliki. Tapi Allah memberinya nikmat terbesar, yaitu nikmat iman,
yakin, dan ridha dengan takdir Allah. Serta berharap surga yang ada di
sisi-Nya. Nikmat ini lebih utama dari harta dan materi yang fana.
Temannya yang ingkar, Allah uji dengan kelapangan rezeki.
Kemudahan duniawi. Dan Allah beri untuknya harta dan materi yang melimpah.
Allah uji dia, apakah bersyukur atau malah kufur. Apakah rendah hati atau malah
menyombongkan diri.
Allah mengaruniai yang ingkar dengan dua kebun. Alquran
menyebutkan tentang dua kebunnya sebagai berikut:
جَعَلْنَا لأحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِن أعنابٍ وحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ
وجَعَلْنَا بينهما زَرْعًا * كِلتا الجنَّتَيْن آتتْ أُكُلَهَا ولم تَظْلِم منه
شَيئًا وفَجَّرْنَا خلالهما نَهَرًا * وكان لهُ ثَمَرٌ
“Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua
buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma
dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu
menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami
alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan
besar.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 32-34).
Si kafir memiliki dua buah kebun anggur. Pohon-pohon kurma
mengelilingi kebunnya sebagai pagar. Di antara dua kebun itu, ada ladang. Allah
alirkan air ke kebun itu. Saat panen, ia merasakan limpahan anggur, kurma, dan
hasil ladang. Ia kaya, menikmati hasil panennya.
Dengan penataan kebun yang hebat ini, ia pun berbangga. Ia
memiliki ilmu dalam mengatur dan memaksimalkan lahan. Ia mampu menggabungkan
tanaman yang berbeda dengan susunan rapi, serta irigasi yang baik. Ditambah
lagi, dengan perawatannya, ia bisa panen dengan maksimal. Ia pun masuk ke dalam
kebun dengan congkak, padahal ia menzhalimi dirinya sendiri. Ia ingkar dengan
anugerah Rabbnya. Dan sombong pada orang lain.
Ia berkata,
فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ
مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا
“Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika
bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan
pengikut-pengikutku lebih kuat.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 34).
Tak hanya itu, kenikmatan harta dan pengikut telah membuatnya
lupa. Ia sangka miliknya itu kekal. Padahal bagaimana bisa sesuatu yang fana
menjadi abadi. Ia berkata,
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ
أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya
sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.”
(QS:Al-Kahfi | Ayat: 35).
Harta dan materi yang ia miliki benar-benar membuatnya
tenggelam.
وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ
رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا
“Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika
sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali
yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 36).
Demikianlah perasaan seseorang ketika merasakan puncak kuasa dan
kaya. Ia pongah. Menyangka karunia harta adalah bukti Allah sayang padanya.
Sehingga ia mengira di akhirat akan mendapatkan kedudukan serupa. Atau lebih
baik lagi.
Temannya yang beriman mengajaknya ingat kepada Allah. Berusaha
menyelamatkan sang teman yang merasa sudah di awang-awang. Terbang, lupa
daratan.
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي
خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia
bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu
seorang laki-laki yang sempurna? (QS:Al-Kahfi | Ayat: 37).
Temannya berusaha mengingatkan agar beriman kepada Allah.
Bersandar dan berserah diri pada-Nya. Bukan berserah diri, mengandalkan harta
dan pengikut yang ia miliki. Terkadang, seorang yang memiliki kelebihan harta
dan popularitas mengatakan, “Mudah, bisa diurus.” Karena apa? Karena ia
menganggap dengan materi semuanya bisa diselesaikan dan diatur karena bisa
menundukkan orang lain.
Temannya melanjutkan,
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu
“maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini
terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap
aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (QS:Al-Kahfi | Ayat:
39).
Manusia itu asalnya sama. Pengaturan banyak sedikitnya harta,
bukan hasil daya upaya manusia. Di dunia, manusia hanya memainkan peran sebagai
orang kaya atau orang miskin. Ketika berperan sebagai orang kaya, gunakan untuk
kebaikan, bukan malah sombong, karena ini cuma peranan. Ketika miskin, jangan
sampai kehilangan iman. Dan bersabar. Nanti ada ‘upah’ setelah memainkan
peranan dengan baik.
فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ
وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا *
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
“Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang
lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan
(petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang
licin. atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak
dapat menemukannya lagi”. (QS:Al-Kahfi | Ayat: 40-41).
“Sesuatu yang lebih
baik dari kebunmu” ini maksudnya adalah bagian di akhirat kelak. Dan engkau
karena kesombonganmu, yang menyangka kebunmu ini abadi, berbuat congkak tapi
malah menyangka dapat bagian lebih baik di akhirat, semoga Allah memberi pelajaran
dengan membuat kebunmu hancur. Mudah-mudahan engkau tersadar, sehingga
membuatmu kembali mengingat Allah.
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا
أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ
أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
“Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan
kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk
itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata:
“Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”.
(QS:Al-Kahfi | Ayat: 42).
Tak ada yang mustahil bagi Allah. Tak ada seorang pun yang mampu
mencegah Allah melakukan kehendak-Nya. Anak, istri, atau siapapun, takkan mampu
menolong seseorang dari hukuman Allah.
وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا
كَانَ مُنْتَصِرًا
“Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya
selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.” (QS:Al-Kahfi |
Ayat: 43).
Demikianlah kisah yang penuh hikmah ini. Kisah nyata yang pernah
terjadi. Agar kita tidak meniru yang salah dan tidak lagi mengulangi.
Sesungguhnya Allah Maha Mampu dan Maha Perkasa. Kami tutup kisah ini dengan
hadits Nabi ﷺ agar kita bisa memahami perbandingan nikmat iman dan nikmat
dunia.
إن الله يعطي الدنيا من يحب ومن لا يحب ولا يعطي الدين إلا من يحب
“Sesungguhnya Allah memberi dunia kepada siapa yang Dia cinta
dan juga pada yang Dia benci. Tapi Dia tidak memberi nikmat agama ini (Islam
dan iman), kecuali hanya pada orang yang Dia cintai.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak-nya)
Tafsiran ayat kami ambil dari Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir
al-Baghawy.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar