Berkatalah yang benar walau
itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka.
Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasehat ini
beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr. Dalam tulisan kali ini akan
diajarkan tiga contoh penerapan bagaimana kita mesti menerapkan kebenaran meski
banyak yang berkomentar.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم-
بِسَبْعٍ أَمَرَنِى بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِى أَنْ
أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِى وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِى
وَأَمَرَنِى أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ
أَسْأَلَ أَحَداً شَيْئاً وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ
مُرًّا وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ وَأَمَرَنِى
أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ
Dari Abu Dzaar, ia berkata,
“Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
tujuh hal padaku: (1) mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, (2)
beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku (dalam hal harta) dan
janganlah lihat pada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan
padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat) walau kerabat
tersebut bersikap kasar, (4) beliau memerintahkan padaku agar tidak
meminta-minta pada seorang pun, (5) beliau memerintahkan untuk
mengatakan yang benar walau itu pahit, (6) beliau memerintahkan
padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah, (7)
beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa
billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena
kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
hadits ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena adanya Salaam Abul Mundzir)
Syaikh Muhammad bin Sholih
Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits “Berkata yang benar walaupun
pahit” yaitu dalam hal orang awam yang biasa berkomentar sinis atau tidak suka
terhadap ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membawakan tiga contoh ketika menjelaskan hadits dalam
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi.
Contoh pertama:
Meluruskan shaf dalam
shalat jama’ah. Kata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin banyak orang awam yang mengingkari
hal ini. Ketika disuruh maju atau mundur sedikit supaya lurus, ada yang
mengingkari. Ada pun yang marah gara-gara disuruh meluruskan shaf. Namun
meskipun demikian, imam harus tetap mengajarkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini pada para jama’ah. Ia harus sabar meladeni mereka yang
bersikap tidak baik.
Contoh kedua:
Sebagian jama’ah
mengingkari adanya sujud sahwi sesudah salam. Sampai-sampai ada yang menganggap
bahwa sujud sahwi sesudah salam adalah ajaran yang baru. Padahal jika ditilik
pada hadits, ada yang menyebutkan bahwa sujud sahwi sesudah salam, ada yang
menyebutkan sebelum salam. Jika ada penambahan dalam shalat atau ada ragu-ragu
tetapi bisa dikuatkan, maka sujud sahwi yang ada adalah sesudah salam.
Tetap imam saat lupa seperti ini melakukan sujud sahwi (sebanyak dua kali
sujud) sesudah salam, tidak perlu ia takut akan celaan meskipun itu terasa
pahit. Lihat penjelasan Rumaysho.Com mengenai: Tata Cara Sujud Sahwi.
Contoh ketiga:
Sebagian orang merasa aneh
jika ada yang mau jujur dalam jual beli. Tatkala si penjual barang menyampaikan
ada sesuatu yang aib (cacat) dalam barang dagangan, seperti ini dianggap aneh.
Sampai dikata, “Wah itu kan cacat sedikit, yang lain pasti masih senang dengan
barang itu.” Padahal seharusnya setiap orang itu bertakwa pada Allah di mana
pun, dengan bersikap jujur dalam jual beli. Ia mesti berbuat adil dengan
menjelaskan kenyataan cacat yang ada pada barang yang akan dijual. Jika memang
sikap jujur seperti ini dianggap aneh, maka sampaikanlah bahwa ajaran seperti
ini dari Islam. Sehingga nantinya mereka pun tahu dan bisa menerapkannya. Baca
artikel Rumaysho.Com mengenai sikap jujur: (1) Berkah dari Kejujuran
dalam Bisnis, (2) Berlakulah Jujur!, (3) Bendahara yang Jujur dan
Amanat, (4) Mencari Orang yang Jujur
itu Sulit.
Demikian penjelasan Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin yang kami bahasakan secara bebas dan ringkaskan dari kitab Syarh Riyadhus Sholihin, 2: 428-430.
Semoga Allah meneguhkan
kita selalu di atas kebenaran dan diberi taufik berkata yang benar walau itu
pahit.
Hanya Allah yang memberi
taufik.
Referensi:
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Darul Wathon,
cetakan tahun 1425 H.
—
Disusun di Pesantren Darush
Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 22 Dzulqo’dah 1434 H
0 komentar:
Posting Komentar