Seorang penjual motor mengatakan “Kujual motorku dengan harga lima
juta, dengan syarat, sewakan rumahmu padaku dengan harga tiga juta per tahun.”
Pembeli lalu mengiyakan tawaran penjual.
Bolehkah transaksi jual beli digabung dengan sewa-menyewa, sebagaimana
dalam kasus ini?
Para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan adanya syarat
menyewakan barang dalam sebuah transaksi jual beli. Ada dua pendapat ulama
dalam masalah ini.
Pertama, para ulama bermazhab Hanbali tidak memperbolehkan adanya
transaksi lain yang disyaratkan dalam sebuah transaksi jual beli. Jika hal itu
tidak syaratkan maka tidak mengapa.
Alasan mereka adalah sabda Nabi,
ولا
شرطان في بيع
“Tidak boleh ada dua syarat (baca: transaksi) dalam sebuah sebuah
transaksi jual beli.” (H.R. Abu Daud, no. 3504; dari Abdullah bin
‘Amr bin Al-Ash; dinilai hasan-sahih oleh Al-Albani)
Dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
mempersyaratkan transaksi lain dalam sebuah transaksi jual beli.
Di sisi lain, Ibnu Utsaimin memiliki pendapat yang berbeda dengan
pendapat pertama di atas. Ibnu Utsaimin memperbolehkan kejadian semisal kasus
di atas, dengan catatan, tidak ada unsur terlarang menurut
syariat di dalamnya. Alasannya, bahwa hukum asal jual beli adalah halal, sampai
terdapat dalil tegas yang melarangnya.
Adapun hadis di atas, itu merupakan kalimat mutlak yang perlu
dimaknai dengan makna yang lebih spesifik, sehingga larangan dalam transaksi
jual beli adalah jika di dalam jual beli
tersebut disyaratkan ada transaksi lain, yang menyebabkan terjadinya hal yang
terlarang dalam syariat, misalnya: riba.
Kesimpulannya, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat kedua,
dengan pertimbangan bahwa hukum asal jual beli adalah halal, dalam kasus ini
tidak dijumpai pelanggaran syariat, dan sering kali kebutuhan menuntut
dilakukannya model transaksi semisal di atas.
Referensi: Ighatsah Al-Jumu’, hlm. 102–104.
0 komentar:
Posting Komentar