Shaf Anak Kecil
Bagaimana cara mengatur posisi shaf anak kecil waktu shalat
jamaah?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Pertama, Ada 2 istilah terkait usia anak yang perlu kita kenal agar bisa
memahami kasus lebih sempurna,
[1] Tamyiz
Usia di mana anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang
buruk, bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan dirinya.
Dia bisa memahami shalat, dia tahu shalat itu tidak boleh kentut, tidak boleh
lari-lari, atau tolah-toleh. Dia tahu, najis tidak boleh disentuh, aurat harus
ditutupi, dst.
Indikator usia tamyiz lebih bersifat psikologis, dan bukan
indikator fisik. Umumnya, anak menginjak usia tamyiz ketika berusia 7 tahun.
[2] Baligh
Usia di mana anak sudah mendapatkan beban syariat. Sehingga mereka
berdosa ketika meninggalkan perintah agama atau melanggar larangan agama.
Indikator usia ini adalah indikator fisik, untuk anak lelaki indikatornya mimpi
basah – keluar mani -, sementara untuk wanita ditandai dengan datangnya haid.
Usia baligh sangat variatif, karena ada banyak faktor yang
mempengaruhinya.
(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 7/157 – 160)
Kedua, Dilarang Memutus Shaf
Memutus shaf dalam shalat hukumnya terlarang. Bahkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan ancaman, rahmat untuk dirinya akan
diputus. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
Siapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya dan siapa
yang memutus shaf, Allah Ta’ala akan memutusnya. (HR. Nasai 827 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Munawi mengatakan,
ومن قطع صفا؛ بأن كان فيه فخرج منه لغير حاجة أو جاء إلى صف وترك
بينه وبين من بالصف فرجة بلا حاجة (قطعه الله) أي أبعده من ثوابه ومزيد رحمته ، إذ
الجزاء من جنس العمل
“Siapa yang memutus shaf”, bentuknya adalah ada orang yang keluar
dari shaf tanpa kebutuhan, atau dia masuk shaf sementara dia biarkan ada celah
antara dia dengan orang yang ada di sebelahnya, tanpa ada kebutuhan. “Allah
akan memutusnya” artinya, Allah akan menjauhkan dirinya dari pahala dan
tambahan rahmatnya. Karena balasan sejenis dengan amal. (Faidhul Qadir, 2/96).
Berdasarkan keterangan al-Munawi, termasuk bentuk memutus shaf,
ketika seseorang meletakkan benda seperti tas atau sejenisnya di antara shaf.
Termasuk juga mereka yang tidak shalat berposisi di sela-sela shaf, seperti
anak kecil yang belum paham shalat. Merekalah anak kecil yang belum tamyiz.
Ketiga, Shalatnya anak tamyiz statusnya sah
Anak kecil yang sudah tamyiz, shalatnya sah. Meskipun dia belum
baligh. Karena batas awal keabsahan ibadah adalah usia tamyiz dan bukan baligh.
Untuk itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kepada orang tua yang anaknya sudah sudah 7 tahun, agar mereka disuruh untuk
shalat.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perintahkan anak kalian untuk shalat ketika mereka sudah berusia
7 tahun. Dan pukul mereka (paksa) untuk shalat, ketika mereka berusia 10
tahun.” (HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan al-Albani).
Anak usia 7 tahun sudah diperintahkan untuk shalat menunjukkan
bahwa shalat mereka sah. Dan batasanya adalah mereka sudah tamyiz.
Dalil lain yang menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan anak
tamyiz statusnya sah adalah hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu
‘anhuma, beliau menceritakan,
كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا بِنَا،
فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا
كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ:
«يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ
فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…،
فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ
“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka
hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah.
Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat
menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat
yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka
tata cara shalat. Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang
paling banyak hafalan qurannya.” Sementara Aku (Amr bin Salamah)
adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal.
Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan
memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika
aku berusia 7 tahun atau 8 tahun.” (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).
Amr bin Salamah ketika jadi imam, usianya sekitar 7 tahun. Dan itu
direstui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara
makmumnya orang dewasa. Menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan Amr bin
Salamah statusnya sah.
Keempat, posisi shaf anak kecil yang sudah tamyiz
Karena anak kecil yang tamyiz shalatnya sah, maka dia boleh shalat
jamaah di posisi shaf orang dewasa. Dan tidak terhitung memutus shaf.
Anas menceritakan pengalamannya ketika shalat sunah di rumahnya
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدِ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ،
فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ، فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَصَفَفْتُ أَنَا وَاليَتِيمُ وَرَاءَهُ، وَالعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا،
فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ
انْصَرَفَ
Akupun menggelar tikar kami yang sudah menghitam karena sudah lama
dipakai, kemudian aku perciki dengan air. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berdiri menjadi imam dan saya membuat shaf bersama seorang
anak yatim di belakang beliau. Dan ada nenek di belakang kami. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat
2 rakaat, dan salam. (HR. Bukhari 373 & Muslim 1531).
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu membuat shaf bersama anak yatim.
Dan pengertian yatim adalah mereka yang ditinggal mati ayahnya sebelum masa
baligh. Kemungkinan besar, anak yatim ini sudah tamyiz.
Kelima, anak yang belum tamyiz
Anak yang belum tamyim, belum bisa memahami shalat. Terkadang dia
tolah toleh, dia ngentut diam saja, atau banyak gerak. Sehingga anak yang belum
tamyiz, shalatnya batal. Untuk itu, anak belum tamyiz tidak boleh
diposisikan di sela-sela shaf. Karena jika diposisikan di sela-sela shaf, dia
akan memutus shaf.
Di mana mereka harus diposisikan?
Yang lebih baik tetap didampingi orang tuanya dan tidak ditaruh di
belakang. Karena biasanya anak akan bermain bersama komplotannya dan itu
semakin mengganggu. Anak belum tamyiz bisa diposisikan di ujung shaf,
didampingi orang tuanya. Dia tidak memutus shaf, karena berada di ujung, tetap
terjaga dengan aman, dan bisa mengikuti shalat bersama orang tuanya.
As-Syaukani mengatakan,
أن الصبي يسد الجناح
“Anak kecil (yang belum tamyiz) menutup celah ujung shaf.” (Nailul
Authar, 3/95).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar