Tanda Khusnul Khotimah
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Salah satu diantara kabar gembira
yang Allah segerakan untuk hamba-Nya yang beriman adalah adanya pujian yang
diberikan oleh orang lain untuknya.
Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,
“Bagaimana jika ada orang yang
melakukan amal baik, kemudian dia dipuji oleh masyarakat?”
Jawab Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ
“Itu adalah kabar gembira bagi
mukmin yang disegerakan.” (HR. Ahmad 21380 & Muslim
6891)
Termasuk diantaranya adalah
pujian yang diberikan masyarakat di saat kita meninggal. Allah tunjukkan sisi
kebaikan kita di hadapan masyarakat di sekitar kita. Dan ini bagian dari doa Ibrahim
yang Allah sebutkan dalam al-Quran,
وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ
“Jadikanlah aku buah tutur yang
baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. As-Syu’ara:84)
Makna: “buah tutur yang baik bagi
orang-orang (yang datang) kemudian”
Ibrahim memohon kepada Allah agar
dia diberi taufik untuk menjadi sumber kebaikan, sehingga semua orang memuji
beliau, hingga hari kiamat.
Doa Ibrahim dikabulkan oleh Allah
Di surat Ash-Shaffat, Allah
berfirman,
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآَخِرِينَ * سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
* كَذَلِكَ نَجْزِي المُحْسِنِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, ‘(Yaitu)
kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.’ Demikianlah Kami beri balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Ash-Shaffat:108–110)
Di surat Maryam, Allah berfirman,
وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ
صِدْقٍ عَلِيًّا
“Kami anugerahkan kepada mereka
sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi
tinggi.” (QS.
Maryam:50)
Allah jadikan pujian untuk
Ibrahim dan keluarganya, bukan hanya pujian di langit, namun juga pujian di
bumi. Karena pujian manusia adalah kesaksaian mereka atas perbuatan dan
perilaku kita di dunia.
Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu menceritakan,
“Suatu ketika para sahabat
melihat sebuah jenazah yang diangkat menuju pemakamannya. Mereka pun memuji
jenazah ini. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وجبَتْ، وجبتْ، وجبت
‘Wajib … wajib … wajib.’
Tidak berselang lama, lewat
jenazah lain. Kemudian para sahabat langsung mencelanya. Seketika, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وجبَتْ، وجبتْ، وجبت
Wajib … wajib … wajib.’
Umar pun keheranan, dan bertanya,
‘Apanya yang wajib?’
Jawab sang Nabi,
هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ،
وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ
شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ
“Jenazah pertama kalian puji
dengan kebaikan, maka dia berhak mendapat surga. Jenazah kedua kalian cela,
maka dia berhak mandapat neraka. Kalian adalah saksi Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari 1367; Muslim 949)
Ada beberapa keadaan ketika
kematian, yang itu merupakan tanda khusnul khotimah. Dalam kitab Ahkamul
Jana`iz disebutkan beberapa diantaranya,
Pertama, mengucapkan syahadat menjelang
wafat,
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ
الْجَنَّةَ
“Siapa yang akhir ucapannya
adalah kalimat ‘La ilaaha illallah’ dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud 3118)
Kedua, meninggal dengan keringat di
dahi.
Suatu ketika, Buraidah bin Hashib radhiyallahu
‘anhu datang ke
Khurasan, menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Ternyata saudaranya dalam
kondisi sakaratul maut. Ketika wafat, ada keringat di dahinya.
Buraidah langsung bertakbir,
“Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَوْتُ الْمُؤْمِنِ بِعَرَقِ الْجَبِيْنِ
“Meninggalnya seorang mukmin
dengan keringat di dahi.” (HR. Ahmad 22964, Nasai 1839 dan
yang lainnya)
Ketiga, meninggal pada malam atau siang
hari Jum’at,
Dalam hadis dari Abdullah bin
‘Amr radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ
الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Apabila ada seorang muslim yang
meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, maka Allah akan menjaganya dari
pertanyaan kubur.” (HR. Ahmad 6582, Turmudzi 1095,
dan yang lainnya)
Keempat, syahid di medan perang
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan mereka hidup di sisi Rabb
mereka dengan mendapatkan rizki.” (QS. Ali Imran: 169)
Dalam hadis, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan
banyak keutamaan orang yang mati di medan jihad,
Dari Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لِلشَّهِيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ
دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ الْفَزَعَ الْأَكْبَرَ، وَيُحَلَّى حِلْيَةَ
الْإِيْمَانِ، وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِيْنَ
إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ
“Bagi orang syahid di sisi Allah
ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya,
diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari
kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan
dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada
tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. Turmudzi 1764, Ibnu Majah
2905, dan yang lainnya)
Dalam hadis lain, ada seorang
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, kenapa kaum
mukminin mendapatkan ditanya dalam kubur mereka kecuali orang yang mati
syahid?”
Jawaban Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
كَفَى بِبَارَقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً
“Cukuplah kilatan pedang di atas
kepalanya sebagai ujian kesabaran baginya.” (HR. Nasai 2065 dan dishahihkan
al-Albani)
Kelima, meninggal setelah bersabar
dengan ujian yang Allah berikan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
bertanya kepada para sahabat, “Siapakah syahid menurut kalian?”
‘Orang yang mati di jalan Allah,
itulah syahid.’ Jawab para sahabat serempak.
“Berarti orang yang mati syahid
di kalangan umatku hanya sedikit.” Lanjut Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
‘Lalu siapa saja mereka, wahai
Rasulullah?’ tanya sahabat.
Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan
daftar orang yang bergelar syahid,
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي
سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ،
وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh di jalan
Allah, dia syahid. Siapa yang mati (tanpa dibunuh) di jalan Allah dia syahid,
siapa yang mati karena wabah penyakit Tha’un, dia syahid. Siapa yang mati
karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.” (HR. Muslim 1915).
Dalam hadis lain, dari Abdullah
bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh karena
membela hartanya maka dia syahid.” (HR. Bukhari 2480).
Dalam hadis lain dari Jabir bin
Atik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ:
الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ،
وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ
الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Selain yang terbunuh di jalan
Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam
syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid,
mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, wanita
yang mati karena melahirkan syahid.” (HR. Abu Daud 3111 dan
dishahihkan Al-Albani).
Ketika mejelaskan hadis daftar
orang yang mati syahid selain di medan jihad, Al-Hafidz Al-Aini mengatakan,
فهم شُهَدَاء حكما لَا حَقِيقَة، وَهَذَا فضل من الله تَعَالَى
لهَذِهِ الْأمة بِأَن جعل مَا جرى عَلَيْهِم تمحيصاً لذنوبهم وَزِيَادَة فِي أجرهم
بَلغهُمْ بهَا دَرَجَات الشُّهَدَاء الْحَقِيقِيَّة ومراتبهم، فَلهَذَا يغسلون
وَيعْمل بهم مَا يعْمل بِسَائِر أموات الْمُسلمين
“Mereka mendapat gelar syahid
secara status, bukan hakiki. Dan ini karunia Allah untuk umat ini, dimana Dia
menjadikan musibah yang mereka alami (ketika mati) sebagai pembersih atas
dosa-dosa mereka, dan ditambah dengan pahala yang besar, sehingga mengantarkan
mereka mencapai derajat dan tingkatan para syuhada hakiki. Karena itu, mereka
tetap dimandikan, dan ditangani sebagaimana umumnya jenazah kaum muslimin.”
(Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 14/128).
Keenam, meninggal dalam keadaan berjaga (ribath) fi
sabilillah (di daerah perbatasan negeri muslim dan kafir).
Salman al-Farisi radhiyallahu
‘anhu menyebutkan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ،
وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأًُجْرِيَ
عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتّاَنَ
“Berjaga-jaga (di jalan Allah)
sehari dan semalam lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat sebulan. Bila
ia meninggal, amalnya yang biasa ia lakukan ketika masih hidup terus dianggap
berlangsung dan diberikan rizkinya serta aman dari fitnah (pertanyaan kubur).” (HR. Muslim 5047)
Ketujuh, meninggal dalam keadaan beramal
shalih.
Dari Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ
لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ
خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ
وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang mengucapkan La ilaaha
illallah karena mengharapkan wajah Allah yang dia menutup hidupnya dengan amal
tersebut maka dia masuk surga. Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan
wajah Allah yang dia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka dia masuk
surga. Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah
Allah yang dia mengiri hidupnya dengan amal tersebut maka dia masuk surga.” (HR. Ahmad 23324 dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Semoga Allah menjadikan kita
hamba-Nya yang istiqamah di atas kebenaran…
Amin..
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar