Pelajaran berikutnya dari Surat Asy-Syarh, bersama kesulitan
pasti ada kemudahan.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 1-8)
Ada hadits dari Anas, ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
duduk dan sekelilingnya ada lubang. Beliau bersabda,
لَوْ
جَاءَ العُسْرُ فَدَخَلَ هَذَا الحُجْرَ لَجَاءَ اليُسْرُ حَتَّى يَدْخُلَ
عَلَيْهِ فَيُخْرِجُهُ
“Seandainya kesulitan itu datang dan masuk dalam lubang ini, maka
akan datang kemudahan dan ia turut masuk ke dalam lubang tersebut sampai ia
mengeluarkan kesulitan tadi.” Lantas turunlah
potongan ayat yang disebutkan di atas. (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 255.
Sanad hadits ini dha’if karena terdapat A’idz bin Syuraih)
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa ketika turun surat Alam
Nasyrah ayat 5-6, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أبْشِرُوا
أتاكُمُ اليُسْرُ، لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Karena satu
kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Perkataan yang sama disampaikan oleh Qatadah. Qatadah
mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau
mengatakan,
لَنْ
يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.” (Riwayat-riwayat ini adalah riwayat mursal, dikeluarkan oleh
Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam kitab tafsirnya. Lihat Tafsir Ath-Thabari, 24:
496, Dar Hijr. Riwayat mursal adalah riwayat yang terputus sanadnya pada akhir
sanad, yaitu setelah tabi’in. Riwayat ini dha’if (lemah) sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani
dalam Dha’if Al-Jaami’ no. 4784)
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan,
كَانُوا
يَقُوْلُوْنَ: لاَ يَغْلِبُ عُسْرٌ وَاحِدٌ يُسْرَيْنِ اِثْنَيْنِ
“Para sahabat dahulu berkata bahwa satu kesulitan tidak mungkin
mengalahkan dua kemudahan.” (Disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 7:
598. Sanad riwayat inihasan)
Ibnu Katsir menjelaskan perkataan di atas dengan kaedah ilmu
bahasa Arab,
“Kesulitan (al-‘usru) menggunakan isim ma’rifah di dua keadaan (artinya: terlihat
didahului alif laam, pen.), maka kesulitan pertama dan kedua dianggap satu atau
dianggap sama. Sedangkan kemudahan (yusrun) menggunakan isim nakirah (artinya: tidak terdapat alif laam,
pen.), sehingga KEMUDAHAN itu berbilang, bukan hanya satu. Oleh karenanya
disebut, “Satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan.” Kesulitan pertama yang disebut dalam ayat sama dengan
kesulitan kedua, berarti kesulitan itu hanya satu. Sedangkan kemudahan itu
berbilang.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 598)
Solusinya
adalah Sabar …
Sabar menanti adanya kelapangan adalah solusi paling ampuh dalam
menghadapi masalah, bukan dengan mengeluh dan berkeluh kesah. Imam Syafi’i
pernah berkata dalam bait syair,
صَبرا
جَميلا ما أقرَبَ الفَرجا … مَن رَاقَب الله في الأمور نَجَا …
مَن
صَدَق الله لَم يَنَلْه أذَى … وَمَن رَجَاه يَكون حَيثُ رَجَا …
Bersabarlah yang baik, maka niscaya kelapangan itu begitu dekat.
Barangsiapa yang mendekatkan diri pada Allah untuk lepas dari
kesulitan, maka ia pasti akan selamat.
Barangsiapa yang begitu yakin dengan Allah, maka ia pasti tidak
merasakan penderitaan.
Barangsiapa yang selalu berharap pada-Nya, maka Allah pasti akan
memberi pertolongan. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 598)
Faedah
dari Ayat
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi berkata, “Bersama kesulitan itu
ada kemudahan seterusnya dan selamanya. Satu kesulitan tidak mungkin
mengalahkan dua kemudahan. Harapan seorang mungkin tentunya ingin bahagia
selamanya.” (Aysar At-Tafasir, hlm. 1482)
Dalam Al-Mukhtashor fii At-Tafsir (hlm. 596)
disebutkan bahwa ayat ini mengingatkan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
di balik kesulitan itu ada kemudahan. Jika telah mengetahui hal itu, maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tak perlu khawatir dengan gangguan kaumnya. Jangan pula
mengendorkan semangat untuk terus berdakwah pada Allah.
Dari situ, setiap da’i yang berdakwah seharusnya bisa mencontoh
keadaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di
atas.
Demikian pelajaran berharga dari dua ayat lanjutan dari Surat
Asy-Syarh. Moga bermanfaat.
Referensi:
Al-Mukhtashar fii At-Tafsir. Penerbit Muassasah Syaikh ‘Abdullah bin Zaid bin Ghanim
Al-Khairiyyah.
Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyil Kabir. Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr Jabir
Al-Jazairi. Penerbit Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun
1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Syaikh Abu Ishaq Al-Huwainiy. Penerbit Dar Ibnul
Jauzi.
0 komentar:
Posting Komentar