Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi berbagai karunia dan nikmat.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta
setiap orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.
Setelah pada pertemuan sebelumnya kami mengangkat pembahasan “Nama Terbaik untuk Si Buah Hati”, saat ini
kita akan membahas beberapa nama yang terlarang yang harusnya dihindari atau
jika sudah terlanjur seharusnya diganti dengan nama yang lebih baik. Simak
pembahasan berikut ini, semoga bermanfaat.
Nama-nama yang Diharamkan
Pertama: Setiap nama yang terdapat bentuk penghambaan kepada selain
Allah.
Yaitu menggunakan kata ‘Abdul tetapi disandarkan bukan pada nama
Allah, namun pada selain Allah. Ini adalah nama yang diharamkan. Seperti:
‘Abdur Rasul (hamba Rasul), ‘Abdu ‘Ali (hamba ‘Ali), ‘Abdul Hasan (hamba
Hasan), ‘Abdul Husain (hamba Husain), ‘Abdul Harits (hamba Harits), ‘Abdul
‘Uzza (hamba ‘Uzza), ‘Abdul Masih (hambanya Isa Al Masih), ‘Abdul Ka’bah (hamba
Ka’bah).[1]
Juga ada nama-nama penghambaan (memakai Abdul) yang dinilai
keliru karena disandarkan bukan pada nama Allah seperti ‘Abdul Maqshud, ‘Abdus
Sataar, ‘Abdul Mawjud, ‘Abdul Mursil, ‘Abdul Ma’bud, ‘Abduth Tholib. Nama-nama
ini adalah nama-nama yang keliru ditinjau dari dua sisi:
1. Nama-nama yang disandarkan tersebut bukanlah nama Allah karena
nama Allah itu tauqifiyah (butuh dalil).
2. Ini adalah penghambaan kepada sesuatu yang Allah tidak menamakan
diri-Nya dengan nama tersebut, begitu pula dengan Rasul-Nya.[2]
Kedua: Nama yang khusus untuk nama Allah.
Nama ini hanya khusus untuk Allah Ta’ala, tidak boleh digunakan
oleh makhluk. Seperti: Al Kholiq (Sang Pencipta), Ar Rahman (Maha Penyayang),
Al Ahad (Maha Esa), Ash Shomad (Bersandarnya seluruh makhluk pada-Nya), Ar
Roziq (Maha Pemberi Rizki).
Ketiga: Nama dari barat yang merupakan nama khusus untuk orang kafir.
Contoh nama tersebut: Imanuel, George, Robert, Susan, Alberto,
Diana, Susan. Nama-nama seperti ini haram digunakan dan sudah seharusnya untuk
diganti dengan nama yang Islami.
Bagaimana mau membedakan muslim dan kafir, jika seorang anak
diberi nama dengan nama yang jelas-jelas itu nama orang kafir?
Keempat: Nama yang merupakan nama berhala yang disembah selain Allah.
Seperti: Laata, ‘Uzza, Isaf, Nailah, Hubal.
Kelima: Nama yang bukan menunjukkan yang dinamai, mengandung penyucian diri bahkan kedustaan.
Telah terdapat dalam hadits yang shahih,
إِنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ
اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ
“Sesungguhnya nama yang paling jelek di sisi Allah Ta’ala ialah
nama “Malikul Amlak” (Maha Raja Diraja)”. (HR. Bukhari no. 6206
dan Muslim no. 2143)
Nama yang diqiyaskan (dianalogikan) dengan Malikul Amlak
adalah Sulthon As Salaathin (Sultan dari segala sultan), Hakimul Haakim (Hakim
dari para hakim), Qodhi Al Qudhot (Qodhi dari para Qodhi). Nama-nama ini adalah
nama yang haram karena mengandung penyucian diri dan kedustaan.
Yang semisal itu dan diharamkan adalah sayyidunnaas (penghulu
para manusia), sayyidul kulli (penghulu seluruh manusia). Sedangkan “Sayyid Waladi Adam” diharamkan untuk
digunakan kecuali pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam saja.
Dari Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha dia berkata, “Aku menamai anak
perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik). Maka Zainab binti Abu Salamah
berkata kepadaku, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang
memberi nama anak dengan nama ini. Dahulu namaku pun Barrah, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ
اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kamu menganggap dirimu telah suci, Allah Ta’ala-lah yang
lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang baik atau suci di antara kamu.” Para sahabat bertanya, “Lalu nama apakah yang harus kami
berikan kepadanya? “ Beliau menjawab, “Namai dia Zainab.” (HR. Muslim no. 2142)
Keenam: Nama yang merupakan nama-nama setan . Seperti: Khinzab, A’war,
Walhan, Ajda’.
Nama-Nama yang Dimakruhkan (Tidak Disukai)
Pertama: Memberi nama dengan nama-nama yang arti dan lafazhnya tidak
disukai oleh jiwa, lebih-lebih menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
memperbagus nama.
Contoh dari nama semacam ini adalah Huyam dan Suham (jenis
penyakit pada unta).
Ath Thobari rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya seseorang memakai nama
dengan nama yang jelek maknanya atau menggunakan nama yang mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian dirinya), dan tidak boleh pula dengan
nama yang mengandung celaan. Seharusnya nama yang tepat adalah nama yang
menunjukkan tanda bagi seseorang saja dan bukan dimaksudkan sebagai hakikat
sifat.”[3]
Kedua: Memberi nama dengan nama-nama yang menimbulkan syahwat.
Seperti: Fatin (wanita penggoda), Syadi atau Syadiyah (biduanita).
Ketiga: Memberi nama dengan nama orang fasiq (yang gemar maksiat).
Seperti: Madona, Britney.
Keempat: Memberi nama yang menunjukkan dosa dan maksiat. Seperti:
Zhalim.
Kelima: Memberi nama dengan nama-nama orang yang terkenal sombong.
Seperti: Fir’aun, Haamaan, Qorun.
Keenam: Memberi nama dengan nama yang tidak memotivasi diri. Seperti:
Hazn (sedih), Zahm (sempit).
Ketujuh: Memberi nama dengan nama-nama hewan. Seperti: Himar (keledai),
Kalb atau Kulaib (anjing), Bagong.
Kedelapan: Memberi nama dengan nama yang disandarkan pada lafazh “ad
diin” dan “al islam”.
Seperti: Muhyiddin (yang menghidupkan agama), Nuruddin (cahaya
agama), Dhiyauddin (cahaya agama), Syamsuddin (cahaya agama), Qomaruddin
(cahaya agama), Saiful Islam (pedang Islam), Nurul Islam (cahaya Islam).
Penamaan seperti di atas terlarang karena kebesaran kedua lafazh
Islam dan Diin. Oleh karena itu mengaitkan nama tersebut pada Islam dan Diin
adalah suatu kebohongan. Ambil misal orang yang namanya Muhyiddin, artinya
orang yang menghidupkan agama. Pertanyaannya, kapan orang tersebut menghidupkan
agama?
An Nawawi rahimahullah tidak suka dipanggil dengan Muhyiddin. Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
tidak suka dipanggil Taqiyuddin (penjaga
agama). Beliau berkata, “Keluargaku sudah sering memanggilku seperti itu dan
akhirnya panggilan seperti itu tersebar luas.”[4]
Kesembilan: Menggunakan nama yang bersusun (terdiri lebih dari dua kata
atau lebih), sehingga menimbulkan kerancuan apakah yang dinamai tersebut satu
atau beberapa orang.
Seperti: Muhammad Firdaus, Muhammad Ahmad, Muhammad Haris. Nanti
akan dikira bahwa nama-nama ini terdiri dari dua orang, ada Muhammad sendiri,
ada Firdaus sendiri. Apalagi jika nama tersebut terdiri dari tiga kata atau
bahkan sampai tujuh kata?!
Kesepuluh: Sebagian ulama tidak menyukai memberi nama dengan nama para
Malaikat yang khusus bagi mereka. Seperti: Jibril, Mikail, Isrofil. Kecuali
Malik, nama ini bersekutu antara manusia dan malaikat, dan ada sebagian sahabat
yang menggunakan nama Malik.[5]
Sedangkan menamai anak perempuan dengan nama malaikat, ini jelas
haram karena ini sama halnya kelakukan orang musyrik yang menjadikan malaikat
sebagai anak perempuan Allah.[6]
Kesebelas: Sebagian ulama (di antaranya Imam Malik) tidak menyukai
memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al Quran, seperti: Yasin, dan Thoha.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
وأما يذكره العوام أن يس وطه من
أسماء النبي فغير صحيح ليس ذلك في حديث صحيح ولا حسن ولا مرسل ولا أثر عن صاحب
وإنما هذه الحروف مثل الم وحم والر ونحوها
“Adapun yang biasa disebut oleh orang awam bahwa “Yasin” dan
“Thoha” adalah di antara nama-nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu tidaklah benar. Tidak ada satu pun hadits shahih,
hadits hasan, hadits mursal atau pun atsar sahabat yang menyatakan demikian.
Yasin dan Thoha hanyalah huruf biasa sebagaimana alif laam miim, haamiim, alif
laam roo dan semacamnya.”[7]
Mengganti Nama
Jika memang nama tersebut adalah di antara nama yang haram dan
tidak disukai, maka hendaknya diganti dengan nama yang baik sesuai syari’at
yang sudah kami terangkan dalam tulisan sebelumnya. Dalil mengenai hal ini
adalah praktek Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
yang mengganti nama beberapa sahabat. Perhatikan dalil-dalil berikut ini.
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- كَانَ يُغَيِّرُ الاِسْمَ الْقَبِيحَ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengganti (merubah) nama
yang jelek.” (HR. Tirmidzi no. 2839. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- غَيَّرَ اسْمَ عَاصِيَةَ وَقَالَ « أَنْتِ جَمِيلَةُ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengganti nama ‘Ashiyah
(artinya: wanita yang suka bermaksiat) seraya berkata; “Nama kamu adalah
Jamilah (artinya: wanita yang cantik).” (HR. Muslim no. 2139)
Dari Usamah bin Akhdari, ia berkata,
أَنَّ رَجُلاً يُقَالُ لَهُ
أَصْرَمُ كَانَ فِى النَّفَرِ الَّذِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا اسْمُكَ ». قَالَ أَنَا
أَصْرَمُ. قَالَ « بَلْ أَنْتَ زُرْعَةُ ».
“Ada seseorang bernama Ashrom, ia bersama sekelompok orang
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas bertanya, “Siapa namamu?” Ia menjawab, “Ashrom”. Beliau
bersabda, “Sekarang namamu berganti menjadi Zur’ah.” (HR. Abu Daud no. 4954. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih). Ashrom artinya terpotong, sedangkan Zur’ah artinya tumbuh.
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah
menceritakan kepada kami Hisyam bahwa Ibnu Juraij telah mengabarkan kepada
orang-orang, katanya; telah mengabarkan kepadaku Abdul Hamid bin Jubair bin
Syaibah dia berkata; saya duduk di hadapan Sa’id bin Musayyib maka dia
menceritakan kepadaku, bahwa kakeknya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam keadaan sedih, lalu beliau bertanya; “Siapakah namamu?” Dia
menjawab; “Namaku Hazn, ” Beliau bersabda,
بَلْ أَنْتَ سَهْلٌ
“Sekarang namamu adalah Sahl.” Namun dia berkata;
“Tidak, aku tidak akan merubah nama yang pernah di berikan oleh ayahku.” Ibnu
Musayyib berkata, “Sesudah itu keluarga terus menerus dalam keadaan khuzunah.” (HR. Bukhari no. 6193). Ibnu Tiin mengatakan bahwa khuzunah
adalah kerasnya akhlaq. Ahli nasab menyebutkan bahwa keturunan Hazn ini
terkenal dengan akhlaknya yang keras.[8]
Ibnu Baththol mengatakan,
أَنَّ الْأَمْر بِتَحْسِينِ
الْأَسْمَاء وَبِتَغْيِيرِ الِاسْم إِلَى أَحْسَن مِنْهُ لَيْسَ عَلَى الْوُجُوب
“Perintah untuk memperbagus nama dan merubah nama menjadi yang
lebih baik bukanlah suatu yang wajib.”[9] Namun merubahnya adalah sesuatu yang lebih
afdhol (lebih baik), apalagi jika nama tersebut
jelas-jelas nama yang haram untuk digunakan.[10]
Demikian pembahasan kami mengenai nama untuk si buah hati.
Semoga bermanfaat bagi setiap orang yang ingin menyambut buah hatinya.
Panggang-GK, 27 Jumadil Awwal 1431 H (11/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lihat pembahasan di Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, 1/378.
[2] Lihat Tasmiyatul Mawlud, Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 46.
[3] Dinukil dari Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 10/577,
Darul Ma’rifah, 1379.
[4] Lihat Tasmiyatul Mawlud, hal. 54-55.
[5] Lihat Al Ishobaah fi Tamyiz Ash Shohabah, 3/338-359.
Dinukil dari “Menanti Buah Hati dan Hadiah untuk yang Dinanti”, Ustadz Abdul
Hakim bin Amr Abdat, hal. 169, Darul Qolam.
[6] Lihat Tasmiyatul Mawlud, hal. 57.
[7] Tuhfatul Mawdud, Ibnul Qayyim, hal. 127, Maktabah Darul
Bayan.
[8] Lihat Fathul Baari, 10/575.
[9] Idem.
0 komentar:
Posting Komentar