Tanya:
Di beberapa masjid, ketika seseorang hendak berangkat haji, dia
diadzani. Apa praktek ini benar? ada yang bilang, itu ada dalil riwayat Bukhari
dan Muslim…
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelum kita beranjak pada masalah dalil, terlebih dahulu kami
ajak anda untuk memahami satu prinsip berikut.
Semua kaum muslimin paham bahwa islam adalah agama sempurna. Dan
semua kegiatan yang sifatnya ibadah, telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kamiharap, anda mengakui hal ini. Jika diminta dalilnya,
anda bisa baca hadis dari Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَقِيَ شَىءٌ يُقرِّبُ مِنَ الجَنّةِ وَيُبَاعِد مِن النَّار،
إِلّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم
Tidak tersisa suatu apapun yang bisa mendekatkan diri ke surga
dan menjauhkan dari neraka, kecuali telah dijelaskan kepada kalian. (HR.
Thabrani dalam al-Kabir, 1624)
Kemudian Abu Dzar mengatakan,
لَقَدْ تَرَكَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَمَا يَتَقَلَّبُ فِي السَّمَاءِ طَائِرٌ إِلَّا ذَكَّرَنَا مِنْهُ عِلْمًا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
meninggalkan dan tidak ada burung yang mengepakkan sayapnya di langit, kecuali
beliau telah menjelaskan ilmunya kepada kami. (HR. Ahmad 21439 dan dihasankan
oleh Syuaib al-Arnauth).
Kemudian di sana ada kaidah, jika ada satu perbuatan yang sangat
mungkin dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta
para sahabat, ada motivasi untuk melakukannya dan tidak ada penghalang yang
menyebabkan beliau meninggalkan perbuatan itu, akan tetapi beliau tidak
mengajarkan perbuatan tersebut, menunjukkan bahwa itu bukan bagian dari ajaran
islam.
Sebagai ilustrasi,
Adzan ketika memasukkan jenazah ke kuburan. Mungkinkah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya?
Jawabannya sangat mungkin. Tidak ada yang susah bagi beliau
untuk melakukannya. Beliau bisa minta salah seorang sahabat untuk adzan ketika
memasukkan jenazah di kuburan. Namun ketika tidak ada riwayat yang menyebutkan
bahwa beliau mengadzani mayit ketika memasukkan jenazah di kuburan, maka adzan
semacam ini bukan ajaran islam.
Contoh lain,
Pembukuan al-Quran.
Mungkinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya
di zaman beliau?
Jawabannya tidak mungkin. Karena selama beliau hidup, wahyu
sewaktu-waktu akan turun, yang bisa saja wahyu itu menasakh wahyu sebelumnya.
Sehingga tidak mungkin dibukukan. Disamping itu, tidak ada latar belakang yang
kuat untuk melakukan itu. Karena penghafal al-Quran sangat banyak dan orang bisa
merujuk langsung ke beliau.
Karena itu, pembukuan al-Quran yang dilakukan di zaman sahabat,
tidak bertentangan dengan syariat islam.
Kaidah inilah yang digunakan para sahabat ketika mereka
mengingkari perbuatan orang lain yang menambahi ajaran syariat. Suatu ketika,
ada orang yang bersin di samping Ibnu Umar. Seusai bersin, dia membaca;
الحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
Alhamdulillah, was salamu ‘ala rasulillah…
Mendengar ini, Ibnu Umar langsung komentar,
وَلَيْسَ هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلَّمَنَا أَنْ نَقُولَ: «الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ
حَالٍ»
Bukan seperti ini yang diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada kami. Beliau mengajari kami untuk
mengucapkan, ’Alhamdulillah ’ala kulli haal.’ (HR. Turmudzi 2738 dan
statusnya hasan).
Demikian pula yang dilakukan sahabat Ammarah bin Ruaibah radhiyallahu
‘anhu, ketika beliau melihat seorang khatib jum’at (Bisyr bin Marwan) yang
berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Kemudian Ammarah mengatakan,
قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا يَزِيدُ
عَلَى هَذِهِ يَعْنِي السَّبَّابَةَ
Semoga Allah tidak merahmati kedua tangan itu. Sungguh aku
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa di
atas mimbar, dan beliau tidak lebih dari isyarat ini. Beliau berisyarat dengan
jari telunjuk. (HR. Ahmad 17224, Abu Daud 1104, dan dishahihkan Syuaib
al-Arnauth).
Dan masih banyak kasus semacam ini.
Kita beralih ke adzan ketika melepas kepergian haji.
Jika kita ditanya, apa yang sulit bagi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan hal demikian?
Tentu jawabannya, tidak ada yang sulit. Beliau bisa dengan mudah
menyuruh sahabat untuk adzan ketika beliau hendak berangkat haji. Dan juga
tidak ada penghalang bagi beliau untuk melakukannya.
Namun tatkala tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa beliau
melakukannya, menunjukkan bahwa mengadzani jamaah haji ketika hendak berangkat,
BUKAN ajaran syariat.
Ada Dalil Riwayat Bukhari & Muslim?
Kami sempat terheran dengan pernyataan ini. Ada dalil riwayat
Bukhari & Muslim tentang mengadzani keberangkatan jamaah haji. Jika memang
ada dalilnya riwayat Bukhari & Muslim, tentu praktek semacam ini akan
menjadi tradisi yang makruf di masyarakat. Namun yang kita saksikan, tradisi
semacam ini hanya ada di beberapa daerah di Indonesia dan sekitarnya. Saya
sendiri baru menemukan tradisi ini di Jogja. Waktu di Lamongan Jawa timur,
belum pernah melihatnya. Sementara pelepasan jamaah haji, diresmikan di Masjid
pusat Kecamatan.
Kemudian, kami menemukan situs[1] yang menganjurkan adzan
melepas kepergian haji. Ternyata benar, ada dalilnya. Hadis riwayat Bukhari
& Muslim. Tapi tunggu dulu, pembahasan belum selasai. Jika anda perhatikan
hadis tersebut, terlalu jauh jika dipahami sebagai dalil anjuran mengadzani
jamaah haji. Sama sekali gak nyambung. Kecuali jika dipaksa-paksakan.
Dan seperti ini telah menjadi prinsip sebagian orang. Dia
memiliki pendapat yang tidak sesuai syariah, selanjutnya dia cari-cari dalil
yang bisa mendukung pendapatnya. Jika tidak mendukung, maka dipaksa mendukung.
Sehingga urutannya, punya pendapat dulu, baru cari dalil. Allahu akbar,
jelas ini pemerkosaan terhadap dalil. Seharusnya, berlajar dalil dulu, kemudian
berpendapat sesuai dalil.
Dari situs itu, bisa kita simpulkan, ada dalil yang menganjurkan
mengadzani jamaah haji,
Pertama, hadis dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu.
Beliau menceritakan kisah perjalanannya bersama rekan sekampungnya, belajar
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ
مِنْ قَوْمِي، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، وَكَانَ رَحِيمًا
رَفِيقًا، فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا
Saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
serombongan pemuda dari kaumku. Kami tinggal di kota beliau 20 hari. Beliau
orang yang sangat kasih sayang, dan lembut. Ketika beliau melihat kami mulai
kangen dengan keluarga, beliau berpesan,
ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ،
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ،
فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Kembalilah ke keluarga kalian, ajari mereka dan perintahkan
mereka (untuk masuk islam). Lakukanlah shalat sebagaimana kalian melihatku
shalat. Apabila datang waktu shalat,hendaknya salah satu diantara kalian
melakukan adzan, kemudian yang paling tua menjadi imam. (HR. Bukhari 6008
& Muslim 674).
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, ”Kami para pemuda yang
usianya sepantaran.”
Anda bisa perhatikan, kira-kira, perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk melakukan adzan, itu perintah karena apa?
Jawabannya, karena tiba waktu shalat wajib. Dan ini sangat jelas
dinyatakan dalam teks hadis: ”Apabila datang waktu shalat, hendaknya
salah satu diantara kalian melakukan adzan”. Karena itu, ulama menganjurkan
bahwa ketika datang waktu shalat wajib, hendaknya seseorang melakukan adzan,
meskipun dia sedang musafir. Kemudian melakukan jamaah bersama rombongan, jika
tidak mampir masjid. Karena perjalanan masa silam, melintasi padang pasir,
sehingga mereka shalat berjamaah di tengah perjalanan yang jauh dari
perkampungan. Karena itu, imam Bukhari membuat judul bab untuk hadis ini dengan
pernyataan,
بَابُ مَنْ قَالَ: لِيُؤَذِّنْ فِي السَّفَرِ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ
Bab, pendapat ulama: Dalam Safar, Hendaknya ada Orang yang
Beradzan. (Sahih Bukhari)
Artinya, ketika rombongan musafir menjumpai waktu shalat, salah
satu mereka melakukan adzan untuk shalat jamaah. Karena itu, tidak mungkin
dipahami sebagai dalil anjuran untuk mengadzani jamaah haji. Terlalu
dipaksakan.
Kedua, hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang
menceritakan perjalanan haji wada’ bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para
sahabat berangkat haji, sebelum masuk kota Mekah, beliau singgah di Saraf. Di
tempat ini, Aisyah menangis karena mengalami haid, sehingga beliau tidak bisa
Umrah untuk tamattu’. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenemuinya,
beliau bersabda,
فَلَا يَضُرُّكِ، فَكُونِي فِي حَجِّكِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ
يَرْزُقَكِيهَا
Tidak masalah, niatkan untuk haji. Semoga Allah memberimu
kesempatan untuk Umrah.
Aisyahpun melaksanakan ibadah haji, hingga hari kegiatan di
Mina. Ketika itu, Aisyah mendapatkan suci haid. Kemudian beliau melakukan
Thawaf ifadhah. Selesai haji, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam singgah
di al-Muhashab, lalu beliau menyuruh Abdurrahman bin Abu Bakr untuk
mengantarkanku ke Tan’im dalam rangka mengambil miqat untuk Umrah.
Seusai Umrah, saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam di kemahnya. Beliau bertanya,
«هَلْ فَرَغْتِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ،
”Kamu sudah selesai?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
”Ya, jawabku.”
Kata A’isyah,
فَآذَنَ فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ، فَخَرَجَ فَمَرَّ
بِالْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى
الْمَدِينَةِ
Kemudian beliau mengadzankan kepada para
sahabatnya untuk berangkat. Kemudian beliau keluar, lalu melewati Ka’bah dan
beliau thawaf Wada’ sebelum subuh. Kemudian beliau pulang ke Madinah. (HR.
Muslim 1211).
Di situ ada lafadz,
فَآذَنَ فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ
mengadzankan kepada para
sahabatnya untk berangkat.
Kalimat ini dijadikan alasan, anjuran mengadzami jamaah haji.
Dan jelas ini pemaksaan, karena:
1.
Kata aadzana di situ artinya adalah mengumumkan.
Bukan adzan penanda datangnya shalat.
2.
Ini terjadi di ujung perjalanan haji, sebelum melakukan thawaf
wada’. Sehingga tidak ada hubungannya dengan keberangkatan haji. Jika
dianjurkan adzan untuk jamaah yang mau berangkat haji, seharusnya dilakukan di
Madinah.
Karena semua alasan ini, para ulama menilai adzan untuk
perpisahan dengan jamaah haji sebagai perbuatan yang menyimpang dari ajaran
syariat. Dalam kitab Hajjatun Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, penulis
menyebutkan daftar kesalahan yang banyak dilakukan masyarakat terkait ibadah
haji. diantaranya
الأذان عند توديعهم
Adzan ketika perpisahan jamaah haji.
(Hajjatun Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 105)
Allahu a’lam
[1] Mohon maaf, alamat situs tidak kami sebutkan. Karena ada
logo ormas.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar