Dzikir sesudah atau setelah shalat adalah di antara dzikir yang
mesti kita amalkan. Seusai shalat tidak langsung bubar, namun hendaknya kita
merutinkan beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.
Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa
tenang dan mudah mendapatkan pertolongan Allah.
[1]
أَسْتَغْفِرُ
اللهَ (3x)
اَللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ
وَاْلإِكْرَامِ
Astagh-firullah 3x
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal
jalaali wal ikrom.
Artinya:
“Aku minta ampun kepada Allah,” (3x).
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan,
Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”
Faedah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai dari shalatnya beliau beristighfar sebanyak
tiga kali dan membaca dzikir di atas. Al Auza’i menyatakan bahwa bacaan
istighfar adalah astaghfirullah, astaghfirullah. [1]
[2]
لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا
أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ
الْجَدُّ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul
hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta
wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
Artinya:
“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan
dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan
itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari
siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.”[2]
[3]
لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ
النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ
اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul
hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa
na’budu illa iyyaah. Lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaaul hasan.
Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal
kaafiruun.
Artinya:
“Tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas
segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah.
Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali
kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang baik. Tiada Rabb (yang
hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun
orang-orang kafir sama benci.”
Faedah: Dikatakan oleh ‘Abdullah bin Zubair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
mengeraskan[3] bacaan dzikir ini di akhir shalat.[4]
[4]
سُبْحَانَ
اللهِ (33 ×)
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ (33 ×)
اَللهُ
أَكْبَرُ (33 ×)
لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Subhanallah (33x)
Al hamdulillah (33x)
Allahu akbar (33 x)
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul
hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Artinya:
“Maha Suci Allah (33 x), segala puji bagi Allah (33 x), Allah
Maha Besar (33 x). Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang
Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan. Bagi-Nya pujaan.
Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Faedah: Siapa yang membaca dzikir di atas, maka dosa-dosanya diampuni
walau sebanyak buih di lautan.[5] Kata Imam Nawawi rahimahullah, tekstual hadits menunjukkan bahwa bacaan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahu akbar, masing-masing dibaca 33 kali secara terpisah.[6]
[5]
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).
Faedah: Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang
menghalanginya masuk surga selain kematian.[7]
[6]
Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai
shalat (fardhu).
[7]
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyiba, wa
‘amalan mutaqobbala
Artinya:
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat
(bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di
sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (Dibaca setelah salam dari shalat Shubuh)[9]
Semoga bisa diamalkan.
—
[3] Mengeraskan (menjaherkan) bukanlah maksudnya dengan dzikir
secara berjama’ah. Dzikirnya tetap masing-masing per individu.
[7] HR. An-Nasai dalam Al Kubro 9: 44. Hadits ini dinyatakan
shahih oleh Ibnu Hibban, sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul
Maram.
[8] HR. Abu Daud no. 1523 dan An-Nasai no. 1337. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
[9] HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al Hafizh
Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Referensi:
Hish-nul Muslim min Adzkar Al Kitab was Sunnah, Syaikh Sa’ad bin Wahf Al Qohthoni
Tash-hih Syarh Hish-nul Muslim min Adzkar Al Kitab was Sunnah, Majdi bin ‘Abdul Wahab Al Ahmad, terbitan Maktabah Al Malik
Fahd Al Wathoniyah, cetakan keempat, 1430 H
0 komentar:
Posting Komentar