KonsultasiSyariah.com – Rencana
pemerintah untuk menaikkan harga BBM pertanggal 1 April 2012
telah meresahkan banyak masyarakat. Berbagai respon yang beraneka ragam mereka
lakukan dalam menghadapi fenomena ini. Sebagai orang yang beriman, kita tentu
yakin bahwa Islam mengajarkan aturan terkait masalah ini. Hanya saja ada yang
tahu dan ada yang belum tahu aturan itu.
Sebagai orang yang beriman, kita tentu yakin bahwa aturan syariah merupakan aturan yang paripurna. Aturan yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan, meskipun bisa jadi tidak sejalan dengan logika kita. Ini penting untuk kita pahami, karena bisa jadi di antara kita ada yang merasa tidak puas dengan aturan ini. Bisa jadi di antara kita merasa aturan ini tidak sesuai dengan kepentingannya. Namun apapun itu, Anda perlu yakin bahwa aturan syariat harus dinomor-satukan. Dengan demikian, kita layak untuk disebut telah mendapat hidayah, karena kita mengambil sikap yang berbeda dengan mereka yang tidak sesuai aturan Alquran dan sunnah.
Sebagai orang yang beriman, kita tentu yakin bahwa aturan syariah merupakan aturan yang paripurna. Aturan yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan, meskipun bisa jadi tidak sejalan dengan logika kita. Ini penting untuk kita pahami, karena bisa jadi di antara kita ada yang merasa tidak puas dengan aturan ini. Bisa jadi di antara kita merasa aturan ini tidak sesuai dengan kepentingannya. Namun apapun itu, Anda perlu yakin bahwa aturan syariat harus dinomor-satukan. Dengan demikian, kita layak untuk disebut telah mendapat hidayah, karena kita mengambil sikap yang berbeda dengan mereka yang tidak sesuai aturan Alquran dan sunnah.
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ
بَيِّنَةٍ
“Sehingga semakin tersesat orang yang tersesat setelah
mendapat penjelasan dan hiduplah orang yang hidup (dengan hidayah) setelah
mendapat penjelasan.” (QS. Al-Anfal: 42)
Pertama, sesungguhnya Allah Dzat yang menakdirkan semua harga
Kasus naiknya harga barang, tidak hanya terjadi di akhir zaman.
Fenomena ini bahkan pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Disebutkan dalam riwayat bahwa di zaman sahabat pernah terjadi
kenaikan harga. Mereka pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan menyampaikan masalahnya. Mereka mengatakan,
يا رسول الله غلا السعر فسعر لنا
“Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka
tetapkan keputusan yang mengatur harga barang.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
إن الله هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني لآرجو أن ألقى الله
وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم أو مال
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang
menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku
berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari
kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.”
(HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani)
Dengan memahami hal ini, setidaknya kita berusaha mengedepankan
sikap tunduk kepada takdir, dalam arti tidak terlalu bingung dalam menghadapi
kenaikan harga, apalagi harus stres atau bahkan bunuh diri. Semua sikap ini
bukan solusi, tapi justru menambah beban dan memperparah keadaan.
Kedua, sesungguhnya kenaikan harga tidak mempengaruhi rezeki
seseorang
Bagian penting yang patut kita yakini bahwa rezeki kita telah
ditentukan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Jatah rezeki yang Allah
tetapkan tidak akan bertambah maupun berkurang. Meskipun, masyarakat Indonesia
diguncang dengan kenaikan harga barang, itu sama sekali tidak akan menggeser
jatah rezeki mereka.
Allah menyatakan,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي
الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ
بَصِيرٌ
“Andaikan Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya
tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa
yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya
lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 27)
Ibnu Katsir mengatakan,
أي: ولكن يرزقهم من الرزق ما يختاره مما فيه صلاحهم، وهو أعلم بذلك
فيغني من يستحق الغنى، ويفقر من يستحق الفقر.
“Maksud ayat, Allah memberi rezeki mereka sesuai dengan apa yang
Allah pilihkan, yang mengandung maslahat bagi mereka. Dan Allah Maha Tahu hal
itu, sehingga Allah memberikan kekayaan kepada orang yang layak untuk kaya, dan
Allah menjadikan miskin sebagian orang yang layak untuk miskin.” (Tafsir
Alquran al-Adzim, 7:206)
Terkait dengan hal ini, jauh-jauh hari, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengingatkan umatnya agar jangan sampai mereka
merasa rezekinya terlambat atau jatah rezekinya serat. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى
يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ ، فَلا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ ، اتَّقُوا اللَّهَ
أَيُّهَا النَّاسُ ، وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، خُذُوا مَا حَلَّ ، وَدَعُوا
مَا حَرُمَ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati
sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian
terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki
dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi,
dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak dan disepakati
Ad-Dzahabi)
Setelah memahami hal ini, seharusnya tidak ada lagi yang namanya
orang stres berlebihan ketika mengalami ujian ekonomi. Apapun ujian yang
dialami manusia, sama sekali tidak akan mengurangi jatah rezekinya.
Namun satu hal yang perlu Anda catat tebal-tebal, hadis ini sama
sekali bukan untuk memotivasi Anda agar tidak bekerja atau meninggalkan
aktivitas mencari rezeki. Bukan demikian maksudnya. Kita tidak tahu seberapa
jatah rezeki kita, sehingga tidak ada seorang pun yang mogok kerja,
meninggalkan anak istri terlunta-lunta, karena latar belakang keyakinan bahwa
rezekinya sudah dipatok harganya. Ini jelas pemahaman yang salah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan
demikian, tujuannya agar manusia tidak terlalu ambisius dengan dunia, sampai
harus melanggar yang dilarang syariat. Kemudian ketika terjadi musibah, manusia
tidak sedih yang berlebihan, apalagi harus stres.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar