Oleh Ustadz Muhammad Arifin bin Badri, MA
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah
melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Hidup
Mulia Dengan Kucuran Keringat Sendiri.
Syari’at Islam adalah syari’at yang mulia dan senantiasa
mengajarkan setiap kemuliaan kepada umatnya. Islam juga melarang setiap hal
hina dan menyebabkan kehinaan kepada pelakunya.
Syari’at ini berlaku dalam segala aspek kehidupan manusia,
dimulai dari urusan manusia paling besar, yaitu yang berkaitan dengan harga
diri dan tujuan hidup mereka di dunia, hingga urusan mereka yang paling kecil.
Dalam hal yang berhubungan dengan tujuan hidup, Islam
mengajarkan, agar seluruh umat manusia menghargai dirinya dan mendudukkannya
pada posisi yang bermartabat, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً الاسراء: 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” Al Isra’ 70.
Umat manusia telah dijadikan sebagai umat yang lebih mulia
dibanding makhluq lainnya. Sehingga merupakan suatu kehinaan bagi mereka bila
mereka merendahkan dirinya dengan mengabdikan kehidupannya kepada sesama
makhluq. Betapa tidak, manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai khalifah
(pemimpin) dan yang memakmurkannya.
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ هود 61
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya)”. Huud 61
Bahkan seluruh bumi beserta isinya diciptakan Allah demi
kepentingan umat manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً البقرة: 29
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً البقرة: 29
“Dialah Allah Yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu” Al Baqarah 29.
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً لقمان:20
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan
untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” Luqman 20.
Dalam pergaulan sesama manusia, islam mengajarkan agar mereka
senantiasa berperilaku luhur nan terpuji, Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْأِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ النحل:90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” An Nahl 90.
Qotadah rahimahullah berkata: “Tidaklah ada suatu perangai baik
yang pernah diyakini dan diamalkan kaum jahiliyyah zaman dahulu melainkan telah
Allah perintahkan. Dan tiada perangai buruk yang dahulu mereka jadikan bahan
celaan kecuali telah Allah larang. Dan sesungguhnya yang Allah Ta’ala larang
hanyalah perangai-perangai yang rendah dan tercela.”(1)
Dan diantara bentuk akhlaq dan kepribadian mulia yang diajarkan
oleh Islam kepada umatnya ialah sifat mandiri dan tidak menggantungkan diri
kepada orang lain dalam setiap keperluan hidupnya.
Saudaraku! Tahukah anda bahwa dengan mencari nafkah sendiri
martabat anda tidak terkurangi sedikitpun, bahkan akan semakin terjunjung
tinggi? Betapa tidak, dengannya anda akan kuasa berdiri sama tinggi dan duduk
sama rendah, dihadapan orang lain.
Beda halnya bila anda telah mulai menggerogoti martabat anda
dengan cara menjulurkan tangan kepada orang lain guna meminta sebagian dari
hartanya.
(الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ) متفق عليه
“Tangan yang di atas lebih baik dibanding tangan yang di bawah,
tangan yang di atas adalah tangan pemberi, sedangkan tangan yang di bawah
adalah tangan peminta”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Imam Al Baji Al Maliky berkata: “Tangan yang di atas atau
pemberi itu lebih banyak mendapatkan pahala. Tangan pemberi disebut sebagai
tangan yang di atas, maksudnya ialah ia lebih tinggi derajat dan tempatnya,
baik di dunia ataupun di akhirat.”
Dahulu para sahabat dan ulama’ salaf bekerja guna mencukupi
kebutuhannya sendiri, ada yang berdagang, ada yang bercocok tanam, dan ada yang
menjadi pekerja, tanpa ada rasa sungkan atau gengsi.
Saudaraku! ketika hendak memulai bekerja, mungkin rasa sungkan
menghinggapi hati kita, terutama bila selama ini kita –dengan berbagai alasan-
dimanjakan oleh orang tua. Apalgi bila pekerjaan yang hendak kita lakukan
tergolong pekerjaan kasar bila dibandingkan dengan tarap sosial kedua orang tua
kita.
Walau demikian halnya, tidak salahnya bila anda tetap
mencobanya! renungkanlah kisah nyata berikut:
قال عَلِىُّ بن أبي طالب : خَرَجْتُ فَأَتَيْتُ حَائِطاً قَالَ فَقَالَ دَلْوٌ بِتَمْرَةٍ قَالَ فَدَلَّيْتُ حَتَّى مَلأْتُ كَفِّى ثُمَّ أَتَيْتُ الْمَاءَ فَاسْتَعْذَبْتُ – يَعْنِى شَرِبْتُ – ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَطْعَمْتُهُ بَعْضَهُ وَأَكَلْتُ أَنَا بَعْضَهُ رواه أحمد وحسنه الألباني
“Ali bin Abi Thalib Radliyallaahu ‘anhu mengisahkan: Pada suatu
hari aku keluar rumah, lalu aku mendatangi salah satu kebun, dan aku berkata
kepada pemilik kebun: (Aku bersedia untuk menimbakan air untukmu dengan upah) setiap
satu ember satu bii kurma. Lalu akupun menimbakan air untuknya, hingga aku
mendapatkan upah sebanyak segenggam kurma. Selanjutnya aku minum air, dan
akupun bergegas menemui Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dan akupun memberikan
sebagian kurmaku kepadanya dan sebagian lainnya aku makan.” Riwayat Ahmad dan
dinyatakan oleh Al Albany sebagai hadits hasan.
Saudaraku! Sudikah anda untuk melakukan pekerjaan ini dengan
perjanjian upah sebesar ini pula? Menjadi rendahkan martabat sahabat Ali bin
AbI Thalib Radliyallaahu ‘anhu karena melakukan pekerjaan dengan upah murah?
Saudaraku! Betapa banyak anda berikrar bahwa anda mencintai Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam dan menyatakan bahwa beliau adalah suri teladan
anda? Sekarang saatnya anda membuktikan kebenaran ikrar anda, yaitu dengan
berusaha sepenuh hati untuk hidup mandiri, dan memenuhi kebutuhan anda dari
hasil kucuran keringat sendiri.
Mungkin anda bertanya-tanya, mengapa saya harus membuktikan
ikrar dengan cara ini? Jawabannya ada pada petuah Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam berikut:
(لأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِىَ بِهِ مِنَ النَّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلاً أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ؛ فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ) متفق عليه
“Andai engkau pergi mencari kayu bakar dan memanggulnya diatas
punggungnya, sehingga dengannya ia dapat bersedekah dan mencukupi kebutuhannya
(sehingga tidak meminta kepada) orang lain, itu lebih baik dari pada ia
meminta-minta kepada orang lain, baik akhirnya orang itu memberinya atau
menolak permintaannya. Karena sesungguhnya tangan yang di atas itu lebih utama
dibanding tangan yang di bawah. Dan mulailah (nafkahmu dari) orang-orang yang
menjadi tanggung jawabmu.” Muttafaqun ‘alaih.
Apa perasaan anda setelah membaca pesan suri teladan anda ini?
Masihkah ada rasa sungkan untuk berjuang, peras keringat dan banting tulang
guna hidup mulia dengan hidup mandiri?
Saudaraku! Besarkan hatimu dan bulatkan tekadmu, karena dengan
hidup mandiri, pintu-pintu surga semakin terbuka lebar untuk anda. Tidak
percaya? Simak penjelasannya dari suri teladan anda Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam :
(عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ)، قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ: (يَعْتَمِلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ)، قَالَ: قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ؟ قَالَ: (يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ)، قَالَ: قِيلَ لَهُ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ؟ قَالَ: (يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ أَوِ الْخَيْرِ)، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: (يُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ). رواه متفق عليه
“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah”. Dikatakan
kepada beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: “Ia bekerja
dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya
sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah”. Dikatakan lagi kepadanya:
Bagaiman bila ia tidak mampu juga? Beliau menjawab: “ia dapat membantu orang
yang benar-benar dalam kesusahan”. Dikatakan lagi kepada beliau: Bagaimana bila
ia tidak mampu juga? Beliau menjawab: “Ia memerintahkan yang ma’ruf atau
kebaikan”. Penanya kembali berkata: Bagaimana bila ia tetap saja tidak (mampu)
melakukannya? Beliau menjawab: “Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka
sesungguhnya itu adalah sedekah.” Muttafaqun ‘alaih.
Setelah menyimak penjelasan ini, masih adakah alasan untuk tidak
berusaha dan berjuang hidup mandiri? Dan masih tersisakah rasa gengsi untuk
memulai bergelut dengan tantangan hidup dalam dunia usaha yang halal tapi
menghasilkan rizqi?
Hidup dengan penghasilan sendiri dari pekerjaan yang halal
adalah hidup yang benar-benar terhormat. Dan penghasilan dari kucuran keringat
sendiri adalah penghasilan yang paling membawa keberkahan.
عن رافع بن خديج قال: قيل يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: (عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ) رواه أحمد والطبراني والحاكم وصححه الألباني
“Dari sahabat Rafi’ bin Khadij ia menuturkan: “Dikatakan (kepada
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam) Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah
yang paling baik? Beliau menjawab: “Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya
sendiri, dan setiap perniagaan yang baik.” Riwayat Ahmad, At Thabrany, Al
Hakim, dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Syeikh Al Albany.
Tidak mengherankan bila Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda:
(مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ) رواه البخاري
وفي رواية : مَا أَكَلَ رَجُلٌ طَعَامًا قَطُّ أَحَلَّ مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ.
وفي رواية : مَا أَكَلَ رَجُلٌ طَعَامًا قَطُّ أَحَلَّ مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ.
“Tidaklah ada seseorang yang memakan suatu makanan yang lebih
baik dibanding makanan hasil dari pekerjaan tangannya sendiri. Dan dahulu nabi
Dawud ‘alaihis salaam makan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri.” Riwayat
Bukhary.
Dan pada riwayat lain: Tidaklah ada seseorang yang memakan suatu
makanan yang lebih halal dibanding makanan hasil dari pekerjaan tangannya
sendiri.”
Pada hadits ini, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam secara
khusus menyebutkan Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Terkesan hanya beliau yang
melakukan hal ini, padahal setiap Nabi ‘alaihimussalaam melakukan hal itu,
yaitu mencukupi kebutuhannya dari hasil pekerjaannya sendiri. Para ulama’
pensyarah hadits ini menjelaskan bahwa terdapat satu keistimewaan pada diri
Nabi Dawud ‘alihissalaam yang tidak dimiliki oleh nabi-nabi lainnya. Nabi Dawud
‘alaihissalaam bukan hanya seorang nabi, akan tetapi beliau juga seorang raja
yang adidaya nan kaya raya. Coba anda membaca ayat-ayat berikut, lalu bayangkan
betapa hebat kekuasaan dan kekayaan yang Allah Ta’ala limpahkan kepada beliau:
اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ {17} إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ {18} وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَّهُ أَوَّابٌ {19} وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah
hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada
Allah). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama
dia(Daud) di waktu petang dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung
dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat ta’at kepada Allah. Dan Kami
kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam
menyelesaikan perselisihan.” As Shaad 17-20
Walau demikian adanya, beliau tidak mau makan kecuali dari hasil
pekerjaannya sendiri. Sebagian ulama’ menjelaskan bahwa dahulu Nabi Dawud
‘alaihissalaam mencari penghasilan dengan membuat tameng besi lalu menjualnya.
Masihkah ada keraguan untuk memulai hidup mandiri?
Martabat dan harga diri Nabi Dawud ‘alaihissalaam tidak
terkurangi sedikitpun karena ia bekerja membuat tameng besi lalu menjualnya.
Bahkan kerajaanya dan martabatnya menjadi semakin tinggi, bukan hanya di sisi
Allah, tapi juga di mata manusia.
Sebagian dari kita mungkin ada yang berkata: Ah saya kan seorang
pelajar, atau sayakan seorang juru dakwah, akibatnya waktu saya banyak tersita
oleh kegiatan belajar dan berdakwah, sehingga saya tidak sempat walau hanya
sekedar mencoba bekerja.
Sungguh, saya tidak meragukan kebenaran alasan anda, akan tetapi
saya meragukan kesimpulan anda. Belajar dan berdakwah tidak dapat dijadikan
alasan untuk hidup malas, dan lemah semangat. Simaklah penuturan seorang
pelajar handal dan pendakwah sukses berikut:
Dalam hadits lain Umar bin Khattab Radliyallaahu ‘anhu
mengisahkan:
إِنِّى كُنْتُ وَجَارٌ لِى مِنَ الأَنْصَارِ فِى بَنِى أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ، وَهْىَ مِنْ عَوَالِى الْمَدِينَةِ ، وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى النَّبِىِّ فَيَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا ، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ مِنْ خَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنَ الأَمْرِ وَغَيْرِهِ ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَهُ ،. رواه البخاري
“Sesungguhnya aku dan seorang tetanggaku dari kaum Anshar dari
kabilah Bani Umayyah bin Zaid, yang bertempat tinggal di daerah atas kota
Madinah, saling bergiliran dalam hal menghadiri majlis Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam. Ia hadir satu hari, dan akupun hadir satu hari selanjutnya. Bila aku
yang mendapat giliran untuk hadir, maka akupun menyampaikan kepadanya apa yang
aku dengar pada hari itu, berupa perintah atau lainnya. Dan bila ia yang hadir,
maka iapun melakukan hal yang sama”. (Bukhari)
Saudaraku! bila sekarang ini benih-benih tekad untuk mulai
merintis usaha, mulai tumbuh dan bersemi, maka mungkin saja tidak lama lagi
akan bersemi pula rasa cemas terhadap kegagalan. Terlebih-lebih bila kaki anda
telah melangkah menuju ke dunia kerja.
Berbagai pertanyaan mungkin mulai berkecamuk; apa saya akan
berhasil, aduh teman saya beberapa waktu lalu gagal, dunia usaha sekarang ini
lagi lesu, apa iya masih ada pelung bagi saya untuk berhasil?
Agar perasaan takut gagal semacam ini sirna dari hati anda, maka
saya mengajak anda untuk sedikit merenungkan beberapa poin berikut:
1.
Keberhasilan dan rizqi adalah karunia Allah.
Saudaraku, mungkin anda pernah mengamati berbagai makhluq hidup
yang ada di sekitar anda. Bahkan mungkin juga anda sering mengunjungi kebun
binatang, atau menyaksikan berbagai dokumen kehidupan flora dan fauna.
Dari pengamatan anda, makhluq hidup apa yang paling kuat dan
paling besar? Dan selanjutnya, makhluq apa yang paling lemah? Makhluq apa yang
paling cerdik dan makhluq apa yang paling bodoh?
Tidakkah pemandangan ini menjadikan anda berpikir positif dan
berbesar harapan?
Andai rizqi Allah di dasarkan oleh kekuatan, niscaya hanya gajah
dan singa yang dapat bertahan hidup di dunia ini. Andai keberhasilan dan rizqi
hanya milik yang pandai, niscaya keledai tidak dapat bertahan hidup.
Demikianlah kemurahan dan kelapangan rizqi Allah Ta’ala,
mencakup seluruh makhluq hidup.
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ هود 6
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” Huud 6
Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
َكَأَيِّن مِن دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ العنكبوت 60
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa
(mengurus) rizkinya sendiri.Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Al Ankabut 60
Pada ayat lain Allah juga telah berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ النحل:53
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya)” An Nahl 53
Dan pada hadits Qudsi Allah Ta’ala juga berfirman:
(يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاْسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ، يَا عِبَادِي كُلُّكُم عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ). رواه مسلم
“Wahai ham-hamba-Ku; kalian semua dalam kelaparan, kecuali orang
yang telah Aku beri makan, maka memohonlah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberimu makan. Wahai hamba-hambaKu, kalian semua dalam keadaan telanjang
(tidak berpakaian), kecuali orang yang telah Aku karuniai pakaian, maka
mohonlah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan melimpahkan pakaian kepadamu.”
Riwayat Muslim
Saudaraku! Keimanan ini sudah sepantasnya senantiasa menyertai
setiap derap langkah anda. Hanya dengan demikian inilah anda akan dapat senantiasa
mensyukuri keberhasilan dan memuji Allah atas segala kenikmatan.
Ketahuilah, bahwa dengan mensyukuri setiap kenikmatan, berarti
anda sedang berupaya melipat gandakan kenimatan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ إبراهيم 7
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan :”Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Ibrahim 7).
Mensyukuri kenikmatan, bukan hanya dapat menjadi penyebab
bertambahnya kenikmatan. Mensyukuri kenimatan juga dapat menjaga kenikmatan
yang telah kita terima dari kebinasaan.
مَا أَنْعَمَ الله عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً مِنْ أَهْلٍ أَوْ مَالٍ أَوْ وَلَدٍ، فَيَقُولُ: مَا شَاءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، فَيَرَى فِيهِ آفَةً دُوْنَ الْمَوتِ. رواه أبو يعلى الموصلي بسند ضعيف
“Tidaklah Allah mengaruniakan kepada seorang hamba suatu
kenikmatan, berupa anggota keluarga (istri), harta atau keturunan, lalu ia berkata:
“MAASYA ALLAHU, LAA QUWWATA ILLA BILLAH”, kemudian kenikmatan itu dapat ditimpa
petaka selain kematian.” Riwayat Abu Ya’la Al Mushily At Thobrany, Al Baihaqy
dan lainnya, dengan sanad yang lemah.
Walaupun sanad Hadits ini lemah, sebagaimana dijelaskan oleh
banyak ulama’ diantaranya oleh As Suyuthi, Al Munawi dan Al Albani, akan tetapi
kandungannya benar. Yang demikian itu, karena kandungan hadits ini semakna
dengan kandungan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam berikut:
(إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ ) رواه أحمد والطبراني وغيرهما وصححه الألباني
“Bila salah seorang darimu menyaksikan sesuatu yang
menjadikannya merasa takjub, pada diri saudaranya atau bahkan pada dirinya
sendiri atau herta bendanya, maka hendaknya ia segera mendoakan keberkahan
untuknya, karena sesungguhnya pengaruh buruk pandangan itu benar adanya.”
Riwayat Ahmad, At Thabrany, dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al
Albani.
Saudaraku, alangkah urgennya bagi kita semua untuk mengambil
pelajaran dari kisah saudagar kaya yang namanya terabadikan sepanjang masa,
yaitu Karun.
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ القصص 76
“Sesungguhnya Karun adalah salah seorang kaum nabi Musa, maka ia
berlalu aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugrahkan kepadanya
kekayaan, yang kunci-kuncinya sungguh berat untuk dipikul oleh sejumlah orang
yang gagah perkasa”. Al Qashash 76.
Karun adalah ikon pengusaha sukses, cerdas nan kaya raya. Karun
begitu sukses dan kaya, sampai-sampai kebanyakan orang mengimpi-impikan untuk
mengikuti jejaknya, menjadi kaya raya. Betapa tidak, kekayaannya begitu
melimpah ruah, sampai-sampai sejumlah orang yang gagah perkuasa merasa
keberatan untuk memikul kunci-kunci gudangnya. Padahal setiap gudang hanya
memiliki satu pintu dan satu kunci, dan masing-masing kunci hanya sebesar jari
manusia.
Menurut sebagian ulama’ ahli tafsir, kunci-kunci gudang Karun
hanya bisa dibawa minimal oleh enam puluh keledai.(2)
Bahkan hingga saat ini, banyak dari kita yang mendambakan untuk
mendapatkan, walau hanya sedikit dari sisa-sisa harta peninggalannya; “harta
karun”.
قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ القصص 79
“Orang-orang yang mendambakan kehidupan dunia: “Moga-moga
kiranya kita mempunyai (kekayaan) seperti yang telah diberikan kepada karun; sesungguhnya
ia benar-benar mendapatkan keberuntungan yang besar.” Al Qashash 79.
Karun merasa bahwa ia berhasil dan sukses dalam perniagaannya
karena kehebatan dan kecerdasannya sendiri. Oleh karena itu, tatkala ia ditegur
dan dikatakan kepadanya:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ القصص 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negri di akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
kenikmatan kehidupan dunia, dan berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu. Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Al Qashash 77 Ia
menjawab:
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ القصص 78
“Qarun berkata: “sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena
ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih
banyak harta kumpulannya.” (Al Qashas 78)
Saudaraku! coba anda berhenti sejenak, dan mengingat-ingat
kembali berbagai paham ekonomi berserta berbagai teorinya. Salanjutnya
bandingkan paham-paham itu dengan paham Karun di atas : “sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”.
Kita semua lalai, bahkan banyak dari pakar ekonomi kita yang
tidak percaya bahwa urusan rizqi dan segala kenikmatan dunia adalah karunia dan
nikmat dari Allah. Banyak dari kita yang meyakini bahwa pada zaman moderen ini
agama hanyalah layak untuk mengurus urusan ibadah. Adapun urusan kehidupan
dunia, maka sudah tidak zamannya lagi mengait-ngaitkan agama dengan urusan
kehidupan masyarakat.
Saudaraku! ketahuilah bahwa sebagai pertanda bahwa anda adalah
seorang muslim yang beriman, ialah dengan senantiasa meyakini bahwa urusan
rizqi telah ditentukan Allah Ta’ala. Karenanya tidak usah ada kekawatiran atau
ketakutan dalam menghadapi masa depan. Pantang bagi seorang muslim untuk
berpandangan “madesu” alias masa depan suram. Seorang muslim senantiasa menatap
masa depannya dengan penuh optimis dan keimanan.
(إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ وَيُقَالُ له اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أو سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ) متفق عليه
“Sesungguhnya penciptaan salah seorang darimu disatukan dalam
perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk nutfah/air mani), kemudian
berubah menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian berubah menjadi
sekerat daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk
menuliskan empat hal, dikatakan kepada malaikat itu: tulislah amalannya,
rizqinya, ajalnya, sengsara atau bahagia, kemudian ditiupkan ruh padanya.”
Muttafaqun ‘alaih.
2.
Qona’ah Dengan Karunia Allah.
Keimanan anda terhadap Allah Ta’ala, dan bahwasannya rizqi
adalah murni karunia-Nya, selain akan menjadikan anda senantiasa optimis dalam
menatap masa depan, juga akan menjadikan anda bersifat qonaah dan lapang dada
dengan pembagian Allah Ta’ala.
(إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له) رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi,
akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya.
Barang siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan
memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang siapa yang tidak
ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan diberkahi.” (Riwayat Imam Ahmad
dan dishohihkan oleh Al Albany).
Orang yang beriman kepada Allah Ta’ala akan senantiasa puas
dengan kenikmatan yang telah berhasil ia gapai dan jauh dari sifat serakah dan
rakus.
Al Munawi dalam kitab faidhul qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit
serakah dan tidak puas dengan karunia Allah telah banyak didapatkan pada pemuja
dunia. Engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah
dikaruniakan untuknya. Akibatnya, ia merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta
senantiasa kagum terhadap rizqi orang lain dan menggapnya lebih bagus dan lebih
banyak dari hartanya. Ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah
hartanya, mengorbankan umurnya hingga habis, kekuatannya hingga sirna. Pada
akhirnya ia menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tak berhasi ia
gapai dan hanya dapat mengenyam rasa letih. Dengan sikapnya ini ia telah
menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia
lakukan demi mengejar harta kekayaan. Padahal bila ia berpikir jernih, ia
tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada
akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa
yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil mewujudkan ambisinya.”(3)
Saudaraklu! Bila anda benar-benar mendambakan hidup bahagia, maka
tanamkanlah dalam diri anda sifat qona’ah. Hanya dengan cara inilah anda
merasakan kenikmatan, kebahagian , kedamaian dan ketentraman hidup di dunia.
Dahulu dinyatakan:
إذا كنْتَ ذا قَلْبٍ قَنُوعٍ، فَأَنْتَ وَصَاحِبُ الدُّنْيَا سَوَاء.
“Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik
dunia (kaya raya) adalah sama”.
القناعة كنْزٌ لا يفنى
“Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna”.
Betapa indahnya gambaran Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
tentang kehidupan orang yang dikaruniai sifat qonaah:
(مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِناً فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَومِهِ ؛ فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا) رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان والبيهقي.
“Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat
badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah
dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, At
Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy.
Al Munawi rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa
yang terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia
pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat,
maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang
siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal
tersebut.”(4)
Saudaraku, sebagai aplikasi nyata dari sifat qona’ah ialah
senantiasa mengindahkan syari’at Allah dan etika yang berlaku di masyarakat
selama bekerja. Orang yang bersifat qona’ah senantiasa mendahulukan kehormatan
dan martabatnya, serta keselamatan agamanya dibanding keuntungan materi.
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْساْ لَنْ تَمُوَت حَتىَّ تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا، فَاتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرَمَ). رواه ابن ماجة وعبد الرزاق وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan
tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, karena sesungguhnya tidaklah
seorang hamba akan mati, hingga ia benar-ebnar telah mengenyam seluruh
rizqinya, walaupun telat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan
tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi. Tempuhlah jalan-jalan mencari
rizki yang halal dan tinggalkan yang haram.” Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq,
Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dinyatakan sebagai hadits shohih oleh Al
Albani.
Sebagai salah satu contoh nyatanya ialah, bila anda menagih
hutang dari saudara anda, maka hendaknya anda mengindahkan hak-hak persaudaraan
dan etika pergaulan yang baik, yaitu dengan bertutur kata yang baik, bersikap
yang santun dan lainnya. Karenanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
berpesan kepada kita:
(مَنْ طَلَبَ حَقّاً فَلْيَطْلُبْهُ فِي عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرَ وَافٍ) رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم
“Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya
dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.”
Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim.
Apa yang dipaparkan di atas tentu berbeda dengan fenomena yang
ada pada kehidupan banyak pengusaha dan para pedagang. Sering kali mereka
menempuh segala macam cara, tidak perduli dengan agama, untuk mengumpulkan
keuntungan, sampai-sampai ada slogan:
الحَلاَلُ مَا حَلَّ فِي اليَدِّ وَالحَرَامُ مَا حُرِمْتَ الوصول إليهِ
Yang halal ialah yang berhasil kita peroleh, dan yang haram
adalah yang kita terhalang darinya.
Tidak heran bila Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengingatkan
para pedagang agar perduli dengan halal haram dalam bisnis mereka:
(يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ)، فَاسْتَجَابُوا لِرَسُولِ اللَّهِ وَرَفَعُوا أَعْنَاقَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ إِلَيْهِ فَقَالَ: (إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ) رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai para pedagang! Maka mereka memperhatikan seruan
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dan mereka menengadahkan leher dan
pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para
pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir
(jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku
jujur.” Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadits
shahih oleh Al Albani.
Saudaraku, ketahuilah bahwa cara yang ditempuh oleh banyak
pengusaha dengan menghalalkan segala macam cara pada hakekatnya tidaklah dapat
menambah rizqi mereka. Bahkan yang terjadi adalah kebalikan dari apa yang
mereka inginkan. Dengan ulah mereka yang menghalalkan segala macam cara
hanyalah akan menghalangi sebagian rizqi mereka:
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقُ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ) رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat
dari dosa yang ia kerjakan.” (riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).
Dan pada hadits lain Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda:
(إِنَّ الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ، عَاقِبَتُه تَصِيرُ إِلَى قَلَّ) رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada
akhirnya akan menjadi sedikit.” Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan
dinyatakan sebagai hadits hasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany.
3. Tawakkal
kepada Allah Ta’ala.
Keimanan anda terhadap Allah Ta’ala, dan bahwasannya rizqi
adalah murni karunia-Nya, selain akan menjadikan anda senantiasa optimis dalam
menatap masa depan, juga akan menjadikan anda tidak takut akan masa depan dan
tidak putus asa bila menghadapi rintangan atau keberhasilan anda tertunda.
Seorang mukmin yang beriman bahwa rizqinya telah dituliskan
Allah Ta’ala sebelum ia terlahir ke dunia, akan senantiasa berhati besar,
walaupun menghadapi kegagalan. Betapa tidak, dalam kehidupan dunia ini ia hanya
berkuasa untuk berikhtiyar, sedangkan hasilnya adalah kekuasaan Allah Ta’ala.
Karenanya, seorang muslim tidak akan mudah ditimpa gundah atau tekanan batin
karena memikirkan rizqi atau penghasilan, apalagi sampai bunuh diri.
Penjelasan ini bukan berarti seruan agar kita berpangku tangan
dan bermalas-malasan, dengan alasan tawakkal dan menanti datangnya rizqi yang
telah ditakdirkan. Akan tetapi kita tetap menjalankan usaha yang halal dengan
sekuat tenaga dan daya yang kita miliki, adapun hasilnya maka sepenuhnya kita
serahkan kepada Allah.
Demikianlah janji Allah Ta’ala :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا الطلاق 2-3
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan beginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah yang tiada
disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah (berkuasa untuk) melaksanakan urusan yang
dikehendakai-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
urusan.” At Tholaq 2-3.
Betapa indahnya permisalan yang diberikan oleh Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam tentang seorang mukmin yang beriman dan bertawakkal kepada
Allah, yang sedang bekerja sekuat tenaganya untuk mengais rizqinya:
(لو أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ على اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كما يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً) رواه أحمد وغيره
“Andaikata engkau bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan melimpahkan rizqi-Nya kepadamu,
sebagaimana Allah melimpahkan rizqi kepada burung, yang (setiap) pagi pergi
dalam keadaan lapar dan pada sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan
kenyang.” Riwayat Ahmad, dan lain-lain.
Pada hadits ini, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
menggambarkan praktek tawakkal yang benar dengan burung. Setiap burung pada
pagi hari keluar dari sarangnya, dan bekerja terbang kesana dan kemari mencari
rizqinya masing-masing. Tidak ada dari mereka yang berpangku tangan dan
bermalas-malasan di sarangnya. Oleh karena itu Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam berpesan kepada umatnya:
(الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلي اللَّهِ من الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ. احْرِصْ على ما يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ ولا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فلا تَقُلْ: لو أَنِّي فَعَلْتُ، كان كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وما شَاءَ فَعَلَ؛ فَإِنَّ لو تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان) رواه مسلم
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah
dibanding orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing dari mereka terdapat
kebaikan. Bersemangatlah untuk mendapatkan segala yang berguna bagimu, dan
senantiasa mohonlah pertolongan kepada Allah. Jangan sekali-kali engkau menjadi
lemah, bila engkau ditimpa sesuatu (musibah atau kegagalan), maka jangnlah
engkau berkata: andai aku berbuat demikian, niscaya akan terjadi demikian dan
demikian. Akan tetapi, katakanlah: Allah telah menentukannya, dan apa yang
telah Allah kehendaki,maka itulah yang Ia ciptakan (lakukan), karena ungkapan
“andai” hanya membukakan pintu godaan syetan.” Riwayat Muslim
Demikianlah seyognyanya seorang mukmin yang bertawakkal. Ia
bekerja dengan sekuat tenaga dan kemampuan yang ia miliki dengan disertai
keimanan yang teguh dan tawakkal yang bulat kepada Allah. Dengan cara inilah
Allah Ta’ala akan melimpahkan rizqi dan keberkahan kepada kita.
Semoga pemaparan singkat ini menjadi penggugah iman dan semangat
kita dalam menjalani dunia usaha. Dengan demikian kita dapat hidup bahagia dan
tidak menjadi budak harta benda, karena bila kita teleh diperbudak oleh harta
benda, niscaya harta benda kita akan menjadi sumber duka dan derita.
(تَعِسَ عبد الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إن أُعْطِيَ رضي وَإِنْ لم يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وإذا شِيكَ فلا انْتَقَشَ) رواه البخاري
“Semoga sengsara para pemuja dinar, dirham, dan baju sutra
(pemuja harta kekayaan-pen), bila ia diberi ia merasa senang, dan bila tidak
diberi, ia menjadi benci, semoga ia menjadi sengsara dan semakin sengsara (bak
jatuh tertimpa tangga), dan bila ia tertusuk duri semoga tiada yang kuasa
mencabut duri itu darinya.” Riwayat Bukhari.
اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang
telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang
nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka
perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal
yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau
kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh
sahabatnya. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya. Dan Allah-lah Yang Lebih
Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya
milik Allah, Tuhan semesta alam”. Amin
Footnote:
1 ) Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At Thabary 7/634.
2 ) Tafsir At Thobari 20/106-107.
3 ) Idem 2/236.
4 ) Faidhul Qadir oleh Al Munawi 9/387.
———————————————————-
Artikel ini merupakan makalah Ustadz Muhammad Arifin bin Badri, MA
untuk kajian rutin Fiqih Muamalah yang disiarkan secara langsung dari kota
madinah, kerjasama antara radiomuslim.com dengan pengusahamuslim.com.
0 komentar:
Posting Komentar