Imam Bukhari meriwayatkan kisah Sahabat al-Asy’ats bin Qais radhiallahu ‘anhu yang bersengketa dengan seorang Yahudi perihal sumur. Maka keduanya mengangkat masalahnya ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menghadapi kasus meerka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sahabat al-Asy’ats bin Qasi, “Datangkan dua orang saksimu! Kalau engkau tidak mendatangkan dua orang saksi, maka aku akan memutuskan berdasarkan sumpahnya.” Spontan Sahabat al-Asy’ats bin Qais radhiallahu ‘anhu menjawab, “Ya, Rasulullah, bila demikian ini proses pradilannya, maka ia pasti tidak sungkan-sungkan untuk bersumpah guna merampas hartaku? Menanggapi kerguan sahabatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa dengan sengaja bersumpah palsu guna merampas harta orang, maka kelak ia akan menghadap kepada Allah, sedang Allah murka kepadanya.”
Kemudian Allah Ta’ala menguatkan penjelasan beliau dengan menurunkan ayat berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka serta tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka, sebagaimana mereka juga mendapat adzab yang pedih.” (QS. Ali-Imran: 77)
Cermatilah saudaraku, pada kisah ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak memenangkan pengakuan orang Yahudi bila Sahabat al-Asy’ats bin Qais tidak berhasil mendatangkan dua orang saksi. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa keberadaan dua orang saksi sangat penting terutama ketika terjadi sengketa.
Hadis ini juga membuktikan bahwa ketika terjadi sengketa terlebih ketika telah sampai di majelis hakim, maka alat buktilah yang menjadi standar penilaian, bukanlah agama, persahabatan, atau kepercayaan yang bersifat pribadi.
0 komentar:
Posting Komentar