Saya membaca buku tentang Ali bin
Abi Thalib.
Dalam Bab 5 tentang Keluarga
Hasyim, penulis menyampaikan kontroversi tentang keislaman Abu Thalib. Dia
mengutip Dr. Muhammad at Tawanjik,yang menulis, mengumpulkan dan mempelajari
syair-syair Abu Talib dalam antologi Diwan Abi Talib. di hal 23 penulis
menyatakan,
“Ada tiga pendapat
tentangkeislaman Abu Talib. Satu golongan menganggap ia mati sebagai musyrik;
golongan kedua meyakinkan ia meninggal sebagai Muslim; yang lain mengatakan ia
sudah Islam dan beriman tetapi menyembunyikan keimanannya.” (cetakan miring
untuk menandai kutipan sesuai asli)
Lebih lanjut, pada hlm yang sama
penulis mengutip keterangan Ibn Abi al-Hadid dalam ulasannya mengenai Nahjul
Balagah menengaskan:
“Secara ringkas, berita-berita
tentang dia sudah menganut Islam banyak sekali, dan sumber yang mengatakan dia
meninggal masih dalam kepercayaan masyarakatnya juga tidak sedikit.”
“Golongan yang mengatakan dia
sudah Islam berpendapat, bahwa ketika Muhammad sallallahu’alaihi wasallam
diutus sebagai nabi, Abu Talib sudah masuk Islam sudah percaya, tetapi dia
tidak mau berterus terang menyatakan keimanannya. Bahkan menyembunyikannya
suoaya dapat mengadakan pembelaan kepada Rasullullah sallallahu ‘alaihi
wasallam. Alasannya kalu ia menyatakan keislamannya, ia akan sama seperti
Muslimin yang lain, Quraisy akan menjauhi dan membencinya. Mereka mengemukakan
bukti-bukti keislamannya itu, antara lain, perlindungannya terhadap terhadap kemenakannya
itu, ia mau menderita bersama-sama, pernyataannya dalam syair-syairnya dengan
sumber yang kuat dan saat ia dalam sekarat Abbas mendengar ia mengucapkan
kalimat syahadat, La ilaha illa Allah.” (dikutip sesuai asli)
Mohon pencerahannya.
Terima kasih
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kami perlu sampaikan
bahwa pembahasan tentang status islam dan tidaknya Abu Thalib, bukan dalam
rangka main vonis takfir atau kapling-kapling neraka untuk orang lain. Apalagi
jika dianggap membenci ahlu bait Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Jelas ini tuduhan yang sangat jauh. Kita beriman
bahwa Abu Lahab mati kafir, karena Allah mencela habis di surat al-Lahab,
meskipun Abu Lahab adalah paman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan jelas kita tidak boleh mengatakan,
mengkafirkan Abu Lahab berarti membenci ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita membahas status kekafiran
Abu Thalib, dalam rangka meluruskan pemahaman, agar sesuai dengan dalil hadis
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dan bukan mengikuti klaim kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Terkait status Abu Thalib,
terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa dia mati kafir,
Pertama, peristiwa kematian Abu
Thalib,
Dari Musayib bin Hazn, beliau
menceritakan,
أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ
هِشَامٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ
أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ
أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ
المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى
مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ
لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى
فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ} [التوبة: 113] الآيَةَ
Ketika Abu Thalib hendak
meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Di
dekat Abu Thalib, beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin Abi
Umayah bin Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
kepada pamannya, ”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku
jadikan saksi utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah
bin Abi Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul
Muthalib?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus
mengajak pamannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun dua orang itu selalu
mengulang-ulang ucapannya. Hingga Abu Thalib memilih ucapan terakhir, dia
mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad,
”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak
dilarang.”
Lalu Allah menurunkan firman-Nya
di surat at-Taubah: 113. dan al-Qashsas: 56. (HR. Bukhari 1360 dan Muslim 24)
Firman Allah di surat at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ
أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi
dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam.” (QS. At-Taubah:
113).
Firman Allah di surat al-Qashsas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ
يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Kedua, kesedihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan kematian Abu Thalib
yang tidak masuk islam.
Terkait sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
kematian Abu Thalib, turun dua ayat di atas.
1. Firman Allah di surat
at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ
أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi
dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam.” (QS. At-Taubah:
113).
2. Firman Allah di surat al-Qashas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ
يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Ibnu Katsir mengutip keterangan
beberapa ulama tafsir sahabat dan Tabiin,
قال ابن عباس، وابن عمر، ومجاهد، والشعبي، وقتادة: إنها نزلت في أبي
طالب حين عَرَضَ عليه رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن يقول: “لا إله إلا الله”
فأبى عليه ذلك. وكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid,
as-Sya’bi, dan Qatadah mengatakan, ayat ini turun berkaitan dengan Abu Thalib,
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak dia untuk mengucapkan laa
ilaaha illallah, namun dia enggan untuk mengucapkannya. Dan terakhir yang dia
ucapkan, bahwa dia mengikuti agama Abdul Muthalib. (Tafsir Ibn Katsir, 6/247).
Adanya dua ayat di atas,
merupakan bukti sangat nyata bahwa Abu Thalib mati dalam kondisi tidak islam.
Ketiga, beberapa hadis yang menegaskan
Abu Thalib mati kafir
1. Hadis dari Abbas bin Abdul
Muthalib radhiyallahu ‘anhu,
beliau bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ
لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa menolong
paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي
الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia
berada di permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak
neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
2. Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu
‘anhu,
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَذُكِرَ عِنْدَهُ عَمُّهُ أَبُو طَالِبٍ، فَقَالَ: «لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ
شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ
كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ»
Suatu ketika ada orang yang
menyebut tentang paman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib di samping beliau. Lalu beliau
bersabda,
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari kiamat, sehingga beliau
diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya
mendidih.” (HR. Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang lainnya).
3. Hadis dari Jabir bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
beliau mengatakan,
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَبِي
طَالِبٍ هَلْ تَنْفَعُهُ نُبُوَّتُكَ؟
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang Abu Thalib, apakah status kenabian anda bisa bermanfaat baginya?
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، أَخْرَجْتُهُ مِنْ غَمْرَةِ جَهَنَّمَ إِلَى ضَحْضَاحٍ
مِنْهَا
”Bisa bermanfaat, aku keluarkan
dia dari kerak jahanam ke permukaan neraka” (HR. Abu Ya’la al-Mushili dalam Musnadnya no. 2047).
4. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَهْوَنُ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ، وَهُوَ مُنْتَعِلٌ
بِنَعْلَيْنِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ
”Penduduk neraka yang paling
ringan siksanya adalah Abu Thalib. Dia diberi dua sandal yang menyebabkan
otaknya mendidih.” (HR.
Ahmad 2636, Muslim 212, dan yang lainnya).
Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika Abu Thalib mati muslim,
berhasil mengucapkan laa ilaaha illallah, maka status Abu Thalib adalah
sahabat yang husnul khotimah. Namun Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika dia muslim, tentu beliau
tidak akan mendapatkan hukuman dengan kondisi mengerikan seperti itu. Karena
ketika orang masuk islam, semua dosa kekufuran di masa silam akan menjadi
diampuni Allah. Sehingga jawabannya, dia disiksa karena dia meninggal dalam
kondisi kafir.
Dia Penolong Dakwah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kita sepakat hal ini. Abu Thalib
memiliki jasa besar, membantu dan melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama
dakwah di Mekah. Inipun diakui para sahabat. Dan karena jasa besar Abu Thalib,
para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, apakah beliau bisa menyelamatkan Abu Thalib?.
Ini menunjukkan bahwa para
sahabat telah memahami bahwa Abu Thalib mati kafir. Karena jika Abu Thalib mati
muslim, tentu para sahabat tidak akan menanyakan hal itu. Kita tidak jumpai,
sahabat bertanya, apakah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi syafaat kepada Khadijah, Hamzah,
Ruqayah atau Ummu Kultsum?, para keluarga beliau yang meninggal mendahului
beliau.
Karena mereka semua mati muslim.
Berbeda dengan Abu Thalib, para sahabat mempertanyakan apakah posisi beliau
bisa memberikan pertolongan kepada Abu Thalib yang membantu sewaktu dakwah di
Mekah.
Kesaksian Abbas?
Anda bisa perhatikan hadis dari
Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu
‘anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ
لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa menolong
paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Kita bisa memahami, Abbas
bertanya demikian, karena Abbas juga meyakini bahwa Abu Thalib mati kafir.
Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي
الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia berada di permukaan neraka.
Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari
3883).
Hadis ini diriwayatkan Imam
Ahmad, Bukhari, dan yang lainnya. Inilah keterangan yang lebih meyakinkan
tentang sikap Abbas terhadap kematian Abu Thalib. Lalu dimana riwayat yang
menyebutkan keterangan Abbas bahwa Abu Thalib telah mengucapkan laa ilaaha illallaahdi
detik kematiannya?
Tidak lain, keterangan ini adalah
kedustaan Syiah, untuk menguatkan klaim mereka tentang keislaman Abu Thalib.
Keempat, tentang kitab Nahjul
Balaghah
Penulis kitab ini Muhamad bin
Husain as-Syarif ar-Ridha, tokoh syiah abad 5 H. Kitab ini berisi khutbah,
nasehat, dan pesan-pesan sahabat Ali bin Abi Thalib. Namun uniknya, semuanya
disampaikan tanpa sanad. Bahkan banyak ulama yang menegaskan bahwa isi buku
Nahjul Balaghah adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu. Berikut beberapa keterangan mereka,
1. Keterangan Imam ad-Dzahabi
dalam al-Mizan,
ومن طالع كتابه ” نهج البلاغة ” ؛ جزم بأنه مكذوب على أمير المؤمنين
علي (ع)، ففيه السب الصراح والحطُّ على أبي بكر وعمر، وفيه من التناقض والأشياء
الركيكة والعبارات التي من له معرفة بنفس القرشيين الصحابة، وبنفس غيرهم ممن بعدهم
من المتأخرىن، جزم بأن الكتاب أكثره باطل
Orang yang membaca kitab ‘Nahjul
Balaghah’ dia bisa memastikan bahwa itu kedustaan atas nama Amirul Mukminin,
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kitab ini terdapat celaan dan
penghinaan terang-terangan kepada Abu Bakr dan Umar. Kemudian terdapat
pertentangan dan berbagai macam pendapat sangat lemah, serta ungkapan yang jika
dinilai oleh orang yang memahami karakter sahabat Quraisy, karakter ulama
lainnya setelah mereka, maka dia bisa menyimpulkan bahwa kitab ini umumnya
adalah kebatilan. (Mizan al-I’tidal, 3/124).
2. Keterangan Syaikhul Islam,
فأكثر الخطب التي ينقلها صاحب “نهج البلاغة “كذب على علي، الإمام علي
(ع) أجلُّ وأعلى قدرا من أن يتكلم بذلك الكلام، ولكن هؤلاء وضعوا أكاذيب وظنوا
أنها مدح، فلا هي صدق ولا هي مدح
Umumnya khutbah yang disebutkan
penulis ‘Nahjul Balaghah’ adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib. Imam
Ali terlalu mulia untuk menyampaikan khutbah demikian. Namun mereka (syiah)
membuat kedustaan dan mereka yakini sebagai bentuk pujian. Khutbah ini tidak
jujur dan bukan pujian. (Minhajus Sunah, 8/28).
3. Keterangan dalam kitab Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyarah,
ومن مكائدهم – أي الرافضة – أنهم ينسبون إلى الأمير من الروايات ما
هو بريء منه ويحرفون عنه، فمن ذلك “نهج البلاغة” الذي ألفه الرضي وقيل أخوه
المرتضى، فقد وقع فيه تحريف كثير وأسقط كثيرا من العبارات حتى لا يكون به مستمسك
لأهل السنة
Termasuk penipuan mereka – orang
syiah –, mereka mengklaim berbagai riwayat atas nama Amirul Mukminin Ali, yang
beliau sendiri berlepas diri darinya, sementara mereka menyimpangkannya.
Diantaranya kitab ‘Nahjul Balaghah’ yang ditulis oleh ar-Ridha, ada yang
mengatakan saudaranya, yaitu al-Murtadha. Dalam buku ini terdapat banyak
penyimpangan riwayat dan banyak ungkapan yang tidak layak, sehingga kitab ini
tidak dijadikan rujukan dalam ahlus sunah. (Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna
Asyarah, hlm 36).
Allahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar