Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya danbarang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20) Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amlan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.”[16]
Adapun hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa puasa dapat menyehatkan badan (seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi resiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi resiko diabetes[14]), maka itu semua adalah hikmah ikutan saja[15] dan bukan hikmah utama. Sehingga hendaklah seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu dan janganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahan duniawi, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.
Semoga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita insan yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Semoga Allah memberikan kita petunjuk, ketakwaan, sikap menjauhkan diri dari hal-hal haram dan memberikan kita kecukupan.Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
potongan
potongan
Artikel www.pengusahamuslim.com
[1] Periksa Taisir Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 86, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H
[2] HR. Muslim no. 1151
[3] HR. Bukhari no. 7171 dan Muslim no. 2174
[4] Disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 276-277, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, 1428 H.
[5] HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya.
[6] HR. Bukhari no. 1903
[7] HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih
[8] Perkataan Al Akhfasy, Fathul Bari, 3/346, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
[9] Perkataan Al Azhari, Syarh Muslim, 5/13, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
[10] Syarh Muslim, 4/151
[11] Latho’if Al Ma’arif, 277
[12] HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan hadits ini shohih
[13] Latho-if Al Ma’arif, 369
[14] Lihat http://swaramuslim.net
[15] Periksa Tafsir Al Qur’an Al Karim Surat Al Baqoroh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 1/317, Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, Shafar 1423 H.
[16] Periksa Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/311, Dar Thoyibah, cetakan kedua 1420 H.
[17] HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini di Tuhfatul Ahwadzi, 7/139
[18] Al Hafzih Al ‘Iroqiy dalam Takhrij Al Ihya’ (3/75) mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Awsath, Abu Nu’aim dalam Ath Thib An Nabawiy dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah (dho’if). Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadits Adh Dho’ifah (1/420) mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).
0 komentar:
Posting Komentar